4.28.2015

#BeraniLebih Berkualitas

Kualitas?
Kayaknya satu kata itu perlahan mulai memudar di negeri kita. Bahkan mulai merambah di segala bidang, segala permasalahan dan segala penanganan. Entah hal besar atau kecil sekalipun, kata “kualitas” kini mulai unik, bahkan orang yang punya kualitas terkadang dianggap nyetrik. Lucu kan? Indonesia memang terbalik. Formalitas dijunjung tinggi, hasil palsulah  yang selalu di puji, dan gimana nasib kualitas? Ia bagai anak tiri, diusir jauh-jauh ke tepi.

Anak Indonesia, bukannya tutup mata dengan gawatnya fenomena ini. Banyak penelitian, tulisan ilmiah, bahkan hasil skripsi yang membahas tentang kualitas. Mengkritik kinerja yang hanya basa-basi belaka. Namun apa daya, jika aktor-aktor pendahulu mereka yang justru tak ingin maju, bersembunyi dalam mahligai jabatan. Tanpa sadar, di belakang mereka telah banyak anak muda yang malah termotivasi, lalu dengan berbangga diri mulai masuki barisan, dengan julukan “Yang Penting Aman”.

Berani Lebih.
Adalah dua kalimat keren yang punya berjuta pemaknaan. Melihat keadaan sekitar saat ini, terlebih setelah mendengar curhat dari teman sekelas. Satu kata yang saya dapat garis bawahi, yaitu Kualitas. Saya pikir tiga kata tersebut dapat dengan elegan bersanding, bahkan mungkin bisa ditempel di dinding. Hehehe...Untuk motivasi, dari apa yang akan kita kerjakan dan lakukan. Jangan jadi orang yang mainstream, jadi anak muda yang pasif menerima warisan kemunduran. Bukankah katanya kita perlu perubahan?

Yuk, dimulai. Tapi jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Jangan juga langsung mutung dan pesimis dengan keadaan. Anak muda, terlebih wanita pasti bisa. Kita ubah pandangan, bahwa proses lah yang harusnya diperhitungkan, bukan hasil yang dipercantik atau dibuat rupawan.

Kalau kata AA Gym mah, “mulailah dulu dari hal kecil, yang kecil itu nantinya akan menjadi besar”. Jadi kita ga perlu muluk-muluk ataupun berkoar-koar. Perlahan tapi pasti mulai menyebar virus kebaikan.
Kebaikan?
Lah iya dong. Gimana ga baik, kalau anak muda sekarang ini ga terlalu memperhitungkan masalah jumlah, dimana mungkin yang sedikit itu adalah berkah. Gimana ga baik, kalau anak muda sekarang ini nantinya ga berani buat mengambil tanggung jawab jabatan yang ga sesuai dengan standar kapasitasnya. Gimana ga baik, kalau anak muda sekarang ini ga suka sama yang berbau instan dan kecurangan, dimana proseslah yang selalu mereka dahulukan. Terakhir, gimana ga baik, kalau anak muda sekarang ini sulit untuk ditemui di tempat-tempat hiburan. Mereka sibuk berbenah diri, karena sistem standar kualitas lah yang mengharuskan.

Sekali lagi,
Ga perlu terburu-buru mengambil kesimpulan. Tapi juga jangan kelambatan, nanti memori tulisan ini malah terpojokkan, terpental jauh dan tak pernah menjadi bahan renungan. Yuk, resapi dengan perlahan, bagaimana proses sebuah perubahan. Bagaimana proses itu nantinya mengantarkan kita pada posisi paling atas. Oleh karenanya kita harus #BeraniLebih BERKUALITAS.

By: Fauzi Arifah

Akun social media:
Facebook: Fauziatul Arifah

Twitter:@fauziarifah

4.27.2015

Semut Itu di Subuh Hari

Subuh ini,
Setelah para binatang malam mengais rizki, mereka pergi, kembali pada rutinitas siang hari, kala mentari menyapa, mereka malah tertunduk malu dalam sarangnya.
Subuh ini,
Ketika mulai terlihat sedikit biru cerah pada awan. Fajar itu perlahan datang, bersiap dalam tenang memulai hari. Tanggal baru, bulan baru dan tahun yang baru. Sungguh, hari ini tak akan pernah terulang dua kali.
Subuh ini,
Saat sunyi mulai terpecah, lantunan sahut menyahut dalam taqwa. Dzikir terlontar dari mulut-mulut para salih dan salihah. Rasa syukur kembali memuncak dalam hati, terimakasih atas telah diberikannya hidup setelah dosa-dosa kemarin.
Tapi, semut itu.
Mulai keluar dari barisan teman-temannya. Bukan tersesat, bahkan dia memang berniat. Rehat sejenak dari penat.
Semut itu,
Ingin kembali mengingat lagi apa yang dirasakannya bertahun-tahun lalu. Sebuah rasa yang memang telah lumrah. Namun ketika kembali teringat, ia akan sendu. Entah sakit apa yang telah diperbuat, bahkan tersampaikan pun tak pernah. Lalu, untuk apa ia selalu terisak?
Semut itu,
Sudah puluhan kali ia bertanya. Mengapa masih terdapat banyak sisa rasa di tubuhnya yang kecil itu? Tuhan memang Maha Kuasa, atas segala takdir untuk dirinya.
Semut itu,
Kembali menyusun memori. Mempasang-pasangkannya, mengatur sedemikian rupa. Pantas dan tak pantas. Mungkin dan tak mungkin. Ia menghitung peluang, mungkin saja terjadi, atau mungkin hanya dalam mimpi.
Semut itu,

Ia kembali beristighfar. Menyadari khilafnya, merusak indah subuh dengan rasanya terhadap manusia. Padahal ia telah berjanji untuk selalu mempunyai cinta yang hakiki pada Illahi. Dan, ia pun kembali. Merapat dalam barisan, dengan  sejuta rasa yang tersimpan. 

4.22.2015

BerkahMu di atas yang ku pinta

Selama beberapa tahun, diri ini terkesan kerap memerintah padaMu. Degan dan tanpa kalimat pembuka dalam doa, seringkali meminta tanpa tunduk, malah mendongak setengah mengancam. Tak pernah sadari bahwa Engkaulah Sang Maha kaya, yang tak pernah setitikpun takut kekurangan jika memberiku sedikit nikmat.
Tanpa pernah sadari bahwa nikmat itu, justru telah kau tebar di seluruh penjuru usia singkatku.

Seringkali lupa, segera pergi tanpa takut rasa indah akan membutuhkanMu hilang. Malah lebih takut tertinggal mahluk yang sungguh masih dapat kudapati di lain waktu, dan sungguh masih kudapati lebih jikaku mengutamakanMu.

Meminta harta benda, kemudahan hidup, kepanjangan usia, kesehatan raga dan keindahan jodoh kelak, sungguh tak ada yang dapat disalahkan. Namun, satu yang terus terlewat. Keutamaan di atas wujud materi di dunia. Indahnya hidup jika dapat direngkuh, adalah berkahNya di atas apa yang kuminta. RidhoNya atas nikmat yang diturunkan.

Maka, teruslah berdoa, tentunya dengan adab dan mengharap barakahNya di atas apa yang dipinta.
Renungan kita, Seperti yang dituliskan Salim A. Fillah dalam bukunya 'Lapis-lapis Keberkahan' bahwa tak akan terasa manisnya kehambaan hingga kita merasa bahwa bermesra pada Allah dalam doa, itulah yang lebih penting dari pengabulannya. Tak akan terasa lezatnya ketaatan hingga kita lebih mencintai Dzat yang mengijabah permintaan kita, dibanding wujud dari pengabulan itu :)

Percayalah Allah maha mengetahui. Tanpa kita meminta dalam kemurahanNya Ia telah memberikan nikmat pada manusia.


4.08.2015

Keliru ku.

Aku pernah memandang aneh pada mereka, apa enaknya dekat dengan orang yang islaminya kebangetan? Nanti ketawa ngakak salah, pacaran salah, nanti ngobrolnya kaku.
Tapi sekarang, semua alasan-alasan itu runtuh. Meluruh dalam waktu.

Dulu, aku pernah bertanya. Apa ada pertemanan saling menyayangi, berteman karena Allah. Bukannya rasa menyayangi itu muncul pada sepasang kekasih yang pacaran atau menikah.
Tapi sekarang, semua anggapan itu terkubur dalam. Aku telah keliru.

Allah, ampuni aku yang sering salah menilai. Kini telah ditunjukkan padaku bahwa bertemanlah dengan orang-orang islami jika kau ingin selalu berada dalam koridor agamamu. Mereka akan bersama berjalan menuntunmu dalam kebaikan. Merekapun sama seperti manusia lainnya, tertawa, sedih dan terkadang juga salah. Namun perbedaannya adalah mereka melibatkan Allah dalam setiap proses itu. Maka, beruntunglah aku. Setidaknya aku masih disadarkan dan mencoba memperbaikinya.

Allah, ampuni aku yang sering keliru. Kini telah kau tunjukkan padaku bahwa sebaik-baiknya hubungan adalah hubungan karenaMU. Tidak ada pacaran, yang ada hanyalah pertemanan dan pernikahan selain hubungan keluarga. Kini telah Engkau tunjukkan padaku bagaimana indahnya pertemanan dengan atas dasar NamaMu.

Allah, dekatkan aku dengan orang-orang itu. Orang-orang yang selalu membawa serta kasih sayang atas NamaMu.

4.07.2015

cinta selajutnya

Nena semakin tersadar bahwa jodoh tak bisa dipaksakan. Ia tak bisa meminta dengan kata memaksa pada Tuhannya. Bahwa semua hal tersebut telah diatur sedemikian rupa, dan tetap menjadi rahasia sampai nanti waktunya tiba.
Ia kemudian kembali berdoa, masih tentang jodohnya.
Doa tersebut kemudian terbang dengan tulisan harapan menghiasinya. Iya percaya, bahwa yang lalu bukanlah takdir untuk hidupnya. Namun ia tak ingin berlarut dalam rasa kehilangan yang dibuat-buat. Rasa tersebut dapat ia atasi, meski terkadang ia masih menangisi. Namun, perlahan dalam tangisnya terdapat harapan akan keadaan makin membaik setelah ini.
Perlahan pula ia mulai optimis, bahwa Allah telah jodohkan ia dengan orang baik entah dimana.
Jodohnya akan datang nanti, bukan membawa janji namun membawa bukti. Dan saat waktunya tiba nanti, gentarnya akan hilang berganti dengan keberanian.
Sesalnya akan hilang, dan bersiap untuk menyambut cinta selanjutnya.

4.02.2015

Untukmu Teman,


Tulisan ini, mungkin menggantikan lisan yang tersendat untuk berkata kalimat romantis pada kalian. Tulisan ini mungkin menggantikan kata terimakasih yang bisa saja terlewat saat kita berpisah nanti. Mungkin kita bisa saja bertemu kembali di lingkungan setelah kuliah ini. Tapi tak ada salahnya bukan jika mengungkapkan rasa terimakasih....
Kemarin, aku mendengar kisah dari di antara kalian. Kisahnya soal pertemanan yang berubah menjadi kekeluargaan. Hubungan itu, aku yakin Allah yang persembahkan. Karena hubungan mereka tulus, tanpa ada rasa pertimbangan. Hal itu menjadi inspirasi kemudian, karena sebelumnya aku belum pernah mendengar ada pertemanan setulus mereka. Kemudian, aku berdoa. Semoga Allah pertemukan aku juga dengan teman-teman yang setulus seperti mereka. Berjalan bersama dalam kebaikan.
Kemudian, aku lupa. Aku lupa kalau Allah pun sudah memberi aku teman, meskipun mungkin tidak sedekat seperti mereka. ya...ini mungkin karena sifatku yang sulit untuk dekat dengan orang lain selain keluarga, atau mungkin karena kita yang masing-masing memiliki urusan. Tapi, apapun itu. kita adalah teman bukan?
Terimakasih ya...
Pertama untuk Eka. Darimu aku belajar untuk sabar. Untuk selalu optimis jika menghadapi masalah. Diam-diam aku salut, karena setiap masalah yang ada pasti bisa terselesaikan dengan tenang. Terimakasih karena selama ini sudah jadi teman baik di perkuliahan atau pun kostan. Mendengar banyak keluhan, bahkan omelan-omelan. Aku bukanlah orang yang sabar, yang suka menunggu. Tapi darimu, aku belajar bahwa tidak semua hal yang kita rencanakan dapat berjalan lancar, pasti ada hambatan, dan kita hanya tinggal melewatinya. Tidak gegabah mengambil keputusan, cukup tunggu, lihat baru ambil tindakan.
Sekali lagi terimakasih. Diam-diam juga aku telah banyak belajar mengendarai motor dengan cara melihatmu dari belakang. Semoga semua ilmu tersebut dapat teraplikasikan. Terimakasih...
Kedua untuk Sifa. Darimu aku belajar tentang banyak hal. Usia paling muda tapi bersikap lebih dewasa. Jadi kami pangil dirimu dengan sebutan “Mba”. Meski terkadang, muncul juga sifatmu yang kekanak-kanakan. Mba.. makasih karena banyak cerita inspiratifnya. Terimakasih karena sering menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol yang aku utarakan. Pertanyaan itu cuma bermaksud untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi kelak. Terimakasih untuk tularkan spirit perubahan. Berani maju untuk kembangkan kemampuan apa yang kita miliki.
Sekali lagi terimakasih karena sudah ajarkan pertemanan. Semoga Allah kelak mempertemukan kita kembali dengan orang-orang yang tulus, yang baik hatinya. Semoga selalu dikelilingi oleh orang-orang yang saling mengingatkan dalam kebaikan. Terimakasih...
Terkahir untuk Anna. Terimakasih Na, karena telah ajarkan aku untuk disiplin. Darimu aku belajar untuk rapih dan tepat waktu. Ajarkan aku untuk setia dan menerima. Tekun menjalani sesuatu dan terus mencoba hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Semua yang terencana dan terjadwal akan lebih mudah untuk dijalani. Banyak cerita yang bisa kita sambung-sambungkan dari awal, karena kita sudah bersama-sama sejak perkuliahan ini dimulai. Terimakasih karena juga telah menjadi teman pada saat membingungkan awal perkuliahan. Kita pernah merasa sakit hati karena perlakuan beberapa orang saat itu.
Sekali lagi terimakasih, mungkin kita tak terlalu sering bersama-sama. Namun pasti banyak cerita lucu saat kita bertemu lagi setelah berpisah nantinya. Terimakasih...

Tulisan ini dibuat di kamar tercinta, dengan suasana hujan dan menghadap keluar jendela. Ini pertama kalinya aku buatkan tulisan romantis untuk teman. Sayangnya hanya bisa lewat tulisan. Karena lewat tulisan aku dapat lebih menceritakan dan mengungkapkan banyak hal. Tapi percayalah, aku bersyukur dipertemukan dengan kalian empat tahun ini. jika mengingat bagaimana awalnya kita bisa dekat satu sama lain, seribu kata pun tak cukup untuk menceritakannya.
Aku juga bukanlah kriteria teman yang sempurna. Sungguh banyak kekurangan disana-sini saat menjalaninya bukan? maafkan aku selama ini. Selama ini sering khilaf untuk menyakiti, membuat kesal atau salah berucap. Setelah tulisan ini pun dibuat, akan ada kesalahan-kesalahanku lainnya. Semoga kalian selalu bisa memaafkan...
Ini tahun terakhir kita kuliah. Di tahun ini, sayangnya kita akan banyak disibukkan dengan tugas akhir yang menyita waktu. jadi sebelum aku lupa, baiknya aku ucapkan terimakasih sekarang melalui tulisan.
Sekali lagi, Terimakasih untuk semuanya...
Teman,


4.01.2015

"Langit"

Aku suka langit.
Karena ia tinggi.
Karena ia damai.
Karena ia indah.

Di langit, aku melihat banyak hal mengenai dunia.
Bagaimana dunia terang dengan matahari.
Bagaimana dunia mendung dengan awan hitam.
Bagaimana dunia indah dengan bulan dan bintang.

Di sana, ia terlihat seperti dekat.
Namun sebenarnya ia sangat jauh.
Di sana, ia terlihat seperti bersahabat.
Namun sebenarnya ia sangat misterius.

Ku dengar, langit itu berlapis tujuh.
Hingga nanti dapat ke lauhil mahfudz.
Ku dengar, langit itu menyipan rahasia.
Rahasia tuhan, agar beriman hamba-hambanya.

Aku suka langit.
Dan karenanya aku dapat berpuisi.

3.26.2015

Hei kamu wanita yang sering terbawa emosinya

Hei, kamu wanita yang sering terbawa emosinya. Kadang kamu marah, sedih bahkan bisa saja tertawa. Tawamu itu kadang- kadang terasa sangat geli, namun tangis dalam sedihmu juga kadang terdengar sangat perih.
Hei kamu wanita yang sering terbawa emosinya. Lihatlah kembali apa yang kamu punya. Sadari kalau kau ini tanpa apa-apa. Maka jangan takabur, mendongak kepadaNYA. Jangan terbawa arus diri. Congkak, serakah. Ingat kau juga nanti akan pergi. Tanpa membawa apa-apa pada saat menghadap Sang Illahi.
Hei kamu wanita yang sering terbawa emosinya. Petakan hidupmu, buat rencanamu. Ingat, rencana yang akan nyata. Bukan rencana berdasar pada andai-andai. Raihlah, dan terus menjadi berguna.
Hei  kamu wanita yang sering terbawa emosinya. besarkan hatimu, maafkan lukamu. Jangan pelihara bangkai-bangkai kuman hati yang menggerogoti jiwa. Sebarkan senyummu, jangan tancapkan amarahmu. Cukup kamu saja yang tahu.
Hei kamu wanita yang sering terbawa emosinya. Kuncilah hati dan emosimu setelah membaca pesan ini. Agar ingat kau selalu. Agar tergerak hati dan pikiranmu. Doaku, semoga Allah meridhoi berhasil dunia dan akhiratmu.

3.14.2015

Mencintai Manusia Kembali

Nena kembali terbangun, ia kembali sadar kebiasaannya kini harus dipaksa untuk hilang. Siapa yang tak mau mencoba hal baru, mungkin saja hal tersebut adalah terbaik. Siapa yang tak suka dengan terus melangkah maju, namun untuk hal ini ia masih merasa belum butuh.
Ia sudah tak lagi ingin menjadi lemah, egonya menjulang tak ingin terlihat kalah. Nena mulai menghitung peluangnya, ia ingin hanya akan ada satu cinta. Cinta hakiki pada Sang Illahi, sehingga kalau nanti ia mencintai manusia kembali, tak akan terjadi seperti saat ini.
Lalu sejurus ia kembali terseret emosi, kenangan-kenangan itu melayang penuh di kantung-kantung kesedihannya. Melucuti rasa tangguhnya. Namun layaknya kantung, yang bisa diikat agar tak keluar isi di dalamnya. Ia pun mulai kembali mengatur hati, mengikat kantung itu dengan rantai-rantai doa. Tak hanya itu, ia pun mulai menggantungkan kepingan hidup pada ranting harapan. Lalu mulai ia hias dengan senyuman.
Ia yakin, semua akan menjadi baik, walau akan lalui sesekali rasa rindu yang terasa mencekik.

cinta dengan logika

Lalu akhirnya, kali ini saya lebih ekspresif dari biasanya. Rasanya ingin berbagi apa yang saya rasakan saat ini, ingin orang lain tahu lalu bersimpati.
Saya salah.
Ia selalu bilang untuk apa menyampah?
Tapi kali ini saya rasa memerlukan bantuan mereka.
Saya serasa tanpa siapa siapa. Padahal sebenarnya saya bersama mereka.
Saya hanya harus beradapatasi dan restart ulang semua yang ada di otak, hati dan benak.
Saya hanya harus menyusun ulang rencana, dan memikirkan semua kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Saya belum menyerah.
Semuanya pasti akan indah.
Jadi mungkin juga salah,
Lirik lagu itu,
Yang berbunyi "cinta tak kenal logika"

2.17.2015

Dua Sisi Nena

Ia, dalam keheningan malam. Dingin, masih dengan selimutnya dan musik soundtrack drama korea yang sangat disukainya. Nena lalu bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya saat lelaki itu menjawab pesan singkat yang semenit sebelumnya ia telah kirimkan. Ia hanya menuliskan nama lelaki itu “Joko” dalam pesan singkatnya barusan. Ia hanya menginginkan Joko membalas, ia hanya ingin mengetahui bagaimana respon dari lelaki itu.
Lima menit, sepuluh menit dan berlanjut sampai setengah jam lamanya, handphonennya sama sekali tidak berdering. Joko tidak menanggapi pesannya itu. ia kemudian berawang-awang, memikirkan apa yang sebenarnya tengah dipikirkan oleh Joko. Apakah ia menghapus kontak ku? Atau ia malah justru sedang tertawa menang di sana. Ah, ia kemudian merasa menyesal karena telah kalah. Kalah harus berdiam tanpa menghubungi Joko terlebih dahulu. “kalau begini, jadi ketahuan siapa yang lebih mencintai..!” sesalnya. Namun, sekali lagi ia mengangkat handphonennya, melihat apakah sinyal di HP nya benar-benar sedang stabil. Siapa tahu ini masalah sinyal, seperti biasanya. Nena mencoba untuk menghibur diri.
“Apakah aku harus kalah? Atau sudahi saja sampai sini. Lelaki itu, entah apa yang ingin ia tunjukkan padaku?” Nena terus menggerutu. Menyesali mengenai pesan singkatnya.
“Ingatlah bagaimana kalian pernah mengungkap janji bersama. Bagaimana kalian membayangkan akan hidup bersama nantinya. Ini hanyalah cobaan kecil, jadi untuk apa dibesar-besarkan. Toh, ini bisa dilewati dengan sangat mudahnya. Sudah, maafkan saja kesalahan apapun dirinya. Jika memang ia tidak sadar mengenai salahnya, anggaplah itu menjadi pahalmu karena telah memaafkan. Kau juga musti introspeksi diri, Nena! Bukan hanya Joko yang salah, pastinya kau juga punya banyak kesalahan. Jadi, berbaik hatilah padanya dan berbaikanlah”. Salah satu sisi hati Nena berbisik.
Namun, seketika sisi lain menyela apa yang dikatakan sebelumnya.
“ Gengsi! Untuk apa minta maaf duluan. Toh setiap kali kalian bertengkar, kau selalu jadi pihak yang menyesal. Kau terlalu lembek, jadi ia dengan senang hati bisa mempermainkan hatimu dengan sangat mudahnya. Kenapa tidak beri saja ia pelajaran, kalaupun nanti ia tidak bisa terima, berarti kalian tidak bisa bersama. Justru karena ini masalah kecil, kau bisa lihat keseriusannya”.
Nena kemudian masih sangat bingung dengan segala macam hipotesis tentang Joko. Kesehariannya akhir-akhir ini menjadi aneh, ia senang karena seperti akan bebas. Namun seperti terus ada yang mengikatnya. ia tak pernah merasa marah jika mengingat-ingat mengenai penyebab ia bertengkar dengan Joko terakhir kali. Ia pun tidak menjauhi barang-barang yang diberi Joko. Ia malah berbalik tanya pada dirinya sendiri, apa ini yang sedang aku rasakan?. Apakah aku masih mencintainya seperti dulu? Ataukah ini bentuk dari rasa cinta itu?
Entahlah, Nena tidak dapat menjawabnya. Ia hanya berbaring sambil terus memandangi langit kamar, masih dengan deretan lagu drama korea kesukaannya. Cinta itu, ia tidak mengerti. Apa yang ia alami, adalah rasa suka yang berubah menjadi kebiasaan. Terbiasa, yang sekarang ini ia coba untuk lepaskan....



2.04.2015

Seujung Dunia wartawan




Akhir-akhir ini saya lumayan sering bersinggungan dengan dunia wartawan. Mulai dari kenalan sama wartawan, menulis historical mengenai wartawan, wawancarai wartawan (nah lo..), sampai nonton film yang menceritakan tentang dunia wartawan. Sepele mungkin bagi sebagian orang. Tapi ini punya arti besar buat saya pribadi. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, kalau saya sempat jalan-jalan ke dunia wartawan, namun sepertinya saya malah lupa pulang, hehe. Malah ketagihan buat terus jalan dan makin ingin tahu dunia ini.
Seujung, kenapa cuma seujung? Saya yakin apa yang saya ketahui dari jalan-jalan kali ini memang hanyalah seujung, dangkal, tidak banyak. Namun benar-benar sangat berkesan.
Wartawan itu:
1. Berani : penakut ga bisa menjadi wartawan. Harus berani, berani mengungkap kebenaran, apapun halangannya wartawan harus selalu menemukan jalannya.
2. Berisiko : Karena keberaniannya sudah pasti memiliki banyak risiko. Misalnya, saat meliput berita mengenai musibah, mereka lah yang paling memiliki risiko besar. Saat berita politik, mereka juga berisiko untuk bersinggungan dengan penguasa yang tidak ingin keburukannya terungkap.
3. Cerdas : Kalau yang satu ini sudah pasti. Wartawan biasanya tahu banyak hal, mengingat momen- momen yang terjadi karena mereka harus up to date. Pengetahuan mereka biasanya luas, kritis dan biasanya berpikiran tidak seperti orang pada umumnya, karena mereka telah terlatih untuk menemukan celah dimana orang akan memperhatikan berita yang mereka buat.
4. Cermat : Teliti, lihat peluang bagaimana kita dapat wawancara dengan narasumber, dan informasi apa yang akan disampaikan pada masyarakat.
5. Supel: kalau jadi wartawan, musti supel. Entah itu dengan perempuan atau laki-laki kita harus mudah bergaul dengan banyak orang dan rekan wartawan  lainnya, dengan begitu informasi akan lebih mudah didapatkan.
6. 24 jam : memang sih.. untuk point yang satu ini ga semua wartawan stand by 24 jam. Namun, kebanyakan dari wartawan mereka siaga 24 jam untuk meliput kejadian-kejadian yang terjadi.
7. Jarang mandi : Point ini juga tidak semua ya:D. Wartawan jarang mandi itu biasanya jika sedang berjaga 24 jam di tempat-tempat yang ditentukan untuk mencari berita. Misalnya di kantor polisi, depan gedung KPK, dan tempat lainnya.
8. Sarat kepentingan : Ya, wartawan itu kan ujung dari informasi yang akan diberitakan. Biasanya sering banget (bahkan sudah biasa) ada titipan dari banyak pihak untuk memoles berita. Hal tersebut bisa saja dilakukan untuk menggiring opini masyarakat. Terlebih pada berita-berita politik yang sedang ramai di Indonesia seperti saat ini.
9. Wartawan amplop : nah, yang ini nih yang bahaya. Tapi banyak loh.., wartawan yang sesudah meliput terima amplop. Membuat berita mengenai kebaikan melulu kerjaannya. Ideologinya hilanglah sudah.

10. Keren : kalau ini adalah pendapat pribadi saya. Terlepas mengenai hal buruk tentang mereka, saya yakin di dunia ini khususnya di Indonesia masih terdapat wartawan dengan jiwa wartawan yang sebenarnya. Menyampaikan informasi dan kebenaran pada masyarakat, mereka itulah orang-orang keren  menurut saya :D  

1.13.2015

Seorang Anak


Pernahkah kita berpikir bahwa suara kita menjadi kebahagiaan untuk mereka?

Pernahkah kita berpikir bahwa senyum kita menjadi semangat untuk mereka?

Pernahkah kita berpikir bahkan tidur dan setiap nafas kita menjadi energi untuk mereka?

Itulah seorang anak, yang terkadang tak sadar bahwa dirinya sangat berarti bagi orang tuanya. Sering merasa ditinggalkan lalu berpaling dan mulai berpikir macam-macam tentang mereka.

Tahukah kamu wahai sahabat, separuh hidup mereka adalah visi membesarkan kita, mereka merelakan hidup yang berharga dan tak akan terulang untuk memiliki kita.

Mereka, hanyalah mendapatkan sisa saat ini. Sisa usia untuk merasakan sendiri setelah usianya mereka persembahkan untuk merawat anaknya. Sisa rezeki untuk dirinya setelah uangnya hanya untuk makan dan sekolah anaknya. Sisa makan ketika kita anaknya telah merasa kenyang. Dan semua sisa dalam kehidupan yang mereka bagi bersama anaknya.

Mulia bukan?

Mereka adalah orang terbaik yang akan menjadi tempat kita pulang untuk berkeluh kesah. Sesekali mungkin mereka pernah memaksakan kehendak atau berbuat kesalahan. Namun, ketahuilah mereka juga manusia. Manusia yang sekali lagi rela berbagi dengan kita.

Bukan atas nama takut durhaka, kau berusaha membahagiakannya. Namun seharusnya kau lakukan itu untuk berterimakasih pada mereka. Isi satu dunia inipun diberikan padanya, tak akan mampu membalas jasa mereka.

Bantuan siapa kita dapat berdiri seperti sekarang ini? bantuan siapa kita dapat tumbuh sampai dewasa seperti sekarang ini?

Setelah ibu mengandung sembilan bulan, menyusui dan merawat kita dengan sepenuh hati. 
Setelah ayah banting tulang memenuhi kebutuhan kita setiap harinya. Bukan hanya kebutuhan, bahkan keinginan kita pun tak jarang mereka penuhi.

Namun, apa balasan kita?
Hanya merengek meminta ini dan itu. Hanya membuatnya malu  di depan tuhan karena tak dapat membimbing kita menjadi anak yang patuh agama. Membuat aib dalam hidupnya dengan banyak melakukan pelanggaran terhadap aturan. Mereka, sebenarnya bisa saja tidak lagi mengakui kita. Namun apa daya, kita adalah separuh dari kehidupan mereka.

Bahagiakanlah mereka, teman.

Buatlah suara yang indah dengan lantunan ayat-ayat alqur’an.
Buatlah mereka terus bersemangat dengan senyum tulus kita ketika membantunya. Senyum menerima ketika mereka menasihati, dan senyum ikhlas ketika merawat mereka pada masa tuanya.


Karena mereka rela berbagi separuh hidupnya dan hanya mendapatkan sisa dari kita, anak-anaknya.