4.27.2015

Semut Itu di Subuh Hari

Subuh ini,
Setelah para binatang malam mengais rizki, mereka pergi, kembali pada rutinitas siang hari, kala mentari menyapa, mereka malah tertunduk malu dalam sarangnya.
Subuh ini,
Ketika mulai terlihat sedikit biru cerah pada awan. Fajar itu perlahan datang, bersiap dalam tenang memulai hari. Tanggal baru, bulan baru dan tahun yang baru. Sungguh, hari ini tak akan pernah terulang dua kali.
Subuh ini,
Saat sunyi mulai terpecah, lantunan sahut menyahut dalam taqwa. Dzikir terlontar dari mulut-mulut para salih dan salihah. Rasa syukur kembali memuncak dalam hati, terimakasih atas telah diberikannya hidup setelah dosa-dosa kemarin.
Tapi, semut itu.
Mulai keluar dari barisan teman-temannya. Bukan tersesat, bahkan dia memang berniat. Rehat sejenak dari penat.
Semut itu,
Ingin kembali mengingat lagi apa yang dirasakannya bertahun-tahun lalu. Sebuah rasa yang memang telah lumrah. Namun ketika kembali teringat, ia akan sendu. Entah sakit apa yang telah diperbuat, bahkan tersampaikan pun tak pernah. Lalu, untuk apa ia selalu terisak?
Semut itu,
Sudah puluhan kali ia bertanya. Mengapa masih terdapat banyak sisa rasa di tubuhnya yang kecil itu? Tuhan memang Maha Kuasa, atas segala takdir untuk dirinya.
Semut itu,
Kembali menyusun memori. Mempasang-pasangkannya, mengatur sedemikian rupa. Pantas dan tak pantas. Mungkin dan tak mungkin. Ia menghitung peluang, mungkin saja terjadi, atau mungkin hanya dalam mimpi.
Semut itu,

Ia kembali beristighfar. Menyadari khilafnya, merusak indah subuh dengan rasanya terhadap manusia. Padahal ia telah berjanji untuk selalu mempunyai cinta yang hakiki pada Illahi. Dan, ia pun kembali. Merapat dalam barisan, dengan  sejuta rasa yang tersimpan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar