Subuh ini,

Subuh ini,
Ketika mulai terlihat sedikit biru
cerah pada awan. Fajar itu perlahan datang, bersiap dalam tenang memulai hari.
Tanggal baru, bulan baru dan tahun yang baru. Sungguh, hari ini tak akan pernah
terulang dua kali.
Subuh ini,
Saat sunyi mulai terpecah, lantunan
sahut menyahut dalam taqwa. Dzikir terlontar dari mulut-mulut para salih dan
salihah. Rasa syukur kembali memuncak dalam hati, terimakasih atas telah diberikannya
hidup setelah dosa-dosa kemarin.
Tapi, semut itu.
Mulai keluar dari barisan
teman-temannya. Bukan tersesat, bahkan dia memang berniat. Rehat sejenak dari
penat.
Semut itu,
Ingin kembali mengingat lagi apa yang
dirasakannya bertahun-tahun lalu. Sebuah rasa yang memang telah lumrah. Namun ketika
kembali teringat, ia akan sendu. Entah sakit apa yang telah diperbuat, bahkan
tersampaikan pun tak pernah. Lalu, untuk apa ia selalu terisak?
Semut itu,
Sudah puluhan kali ia bertanya. Mengapa
masih terdapat banyak sisa rasa di tubuhnya yang kecil itu? Tuhan memang Maha
Kuasa, atas segala takdir untuk dirinya.
Semut itu,
Kembali menyusun memori. Mempasang-pasangkannya,
mengatur sedemikian rupa. Pantas dan tak pantas. Mungkin dan tak mungkin. Ia menghitung
peluang, mungkin saja terjadi, atau mungkin hanya dalam mimpi.
Semut itu,
Ia kembali beristighfar. Menyadari khilafnya,
merusak indah subuh dengan rasanya terhadap manusia. Padahal ia telah berjanji
untuk selalu mempunyai cinta yang hakiki pada Illahi. Dan, ia pun kembali. Merapat
dalam barisan, dengan sejuta rasa yang
tersimpan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar