11.26.2014

Mari, Renungkan!

Tuhan, Maaf Saya Telah Terbiasa.

Dari kata terbiasa itu kemudian menjadi biasa, kemudian berlanjut sampai pada tahap terlalu biasa dan menjadi suatu hal yang tidak pernah dipikirkan, sama sekali. Sebenarnya, sudah sejak malam saya penasaran untuk bisa menulis kata terbiasa ini, namun karena keterbatasan energi dan kemampuan untuk mengayunkan jari-jari di atas keyboard sudah berkurang, jadi saya baru bisa menulis pagi ini.

Pagi ini, kata terbiasa itu muncul kembali di pikiran saya. Setiap kali terlintas, rasanya seperti ada yang menepuk bahu saya, menyadarkan bahwa saya harus kembali, karena sudah jauh saya berjalan-jalan.

Kemarin, saya mengikuti mata kuliah seminar, mata kuliah yang dapat membuat mood saya untuk belajar kembali lagi. Dalam mata kuliah tersebut, kami dikelompokkan menjadi beberapa kelompok untuk membuat penelitian dengan metodologi penelitian yang berbeda-beda. Kebetulan saat itu, kelompok metodologi clinical research yang mendapat giliran untuk mempresentasikan hasil desain penelitiannya. OK, saya saat ini bukan ingin menulis mengenai penjelasan dari metodologi tersebut, tapi saya ingin menulis mengenai objek dari penelitian mereka.

Clinical research adalah metodologi penelitian yang hubungannya dengan dunia kesehatan. Maka sudah bisa dibayangkan siapa objek penelitiannya. Dalam komunikasi, Clinical research adalah mengenai bagaimana permasalahan komunikasi dengan orang-orang dalam kaitannya dengan kesehatan. Teman saya, kemudian memilih objek seseorang yang memiliki fungsi tubuh yang tidak sempurna. Badannya lumpuh sebagian, dan tidak dapat berbicara, juga mengalami penurunan fungsi otak.

Saat mendengarkan penjelasan mengenai bagaimana keadaan objek, ditambah dengan kata-kata dari dosen mata kuliah tersebut, sukses membuat saya merinding. Dosen saya berkata, “Kita terlalu terbiasa dengan keadaan sempurna, dapat mendengar, berbicara, berjalan, dan beraktifitas dengan normal. Namun tanpa rasa syukur, kadang sering melupakan. Coba kita pikirkan orang seperti objek penelitian tersebut, mereka tidak pernah meminta dalam hidupnya untuk menjadi seperti itu, namun mereka tetap bersyukur dan semangat menjalankan hidup, Allah selalu punya jalan untuk mahluknya”.

Seketika saya ingin menangis, mensyukuri, dan menyadari bahwa saya sudah terlalu sangat nyaman. Nyaman dengan keadaan normal seperti orang lainnya, sampai lupa untuk bersyukur. Sampai saya lupa untuk menyadari nikmat yang luar biasa ini.

Dapat mendengar, sering  saya mendengarkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Tanpa berpikir, bagaimana sunyinya hidup orang-orang yang tidak dapat mendengar, baginya mungkin hidup ini seperti sebuah pertunjukan pantomim yang tiada akhir. Maafkan saya Tuhan.

Dapat melihat, sering saya melihat yang tidak seharusnya saya lihat. Sering saya mengabaikan saat melihat ciptaanNYA. Tanpa pernah berpikir, bagaimana ramainya hidup ini bagi orang yang tidak bisa melihat, baginya mungkin hidup ini seperti radio yang hanya mengeluarkan suara tanpa ada wujudnya. Maafkan saya Tuhan.

Dapat berjalan, sering saya berjalan ke tempat yang tidak bermanfaat. Membawa diri kepada sebuah kerugian. Tanpa saya pernah berpikir, bagaimana inginnya mereka yang tidak bisa berjalan untuk sekedar dapat berjalan merasakan kasarnya pasir dan lembutnya tanah. Maafkan saya Tuhan.

Dapat berbicara, sering saya melupakan fungsi dari mulut untuk mengeluarkan kata-kata yang dapat menyejukkan hati. Mulut ini, sering saya gunakan untuk membicarakan keburukan. Tanpa saya pernah berpikir, bagaimana inginnya mereka berteriak, tertawa dan mengeluarkan suara bagi orang yang tidak bisa berbicara. Maafkan saya Tuhan.

Maka, naif rasanya jika saya hanya dapat mengeluhkan keadaan saya yang sempurna ini, tanpa pernah belajar dari mereka, orang-orang istimewa yang memiliki rasa syukur atas nikmat yang luar biasa.


Terimakasih Tuhan. Terimakasih untuk semua yang Kau berikan pada saya selama ini. Maafkan saya Tuhan, karena sering terjebak dalam rasa terbiasa, hingga saya tidak menyadari bahwa apa yang saya miliki bukanlah sesuatu hal yang “biasa”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar