Kayaknya dua
kata itu, udah gak asing lagi di telinga, dan memang kenyataannya dua kata
tersebut punya kedekatan dalam hidup kita. Sedikit cerita, kalau malam ini saya
merasakan benar bagaimana “Si Lobi” dan “Si Negosiasi” itu berperan besar dalam
kehidupan sehari-hari.
Di semester
ketujuh saya di fakultas komunikasi ini, saya mendapatkan mata kuliah teknik
lobi dan nengosiasi. Selama masa perkuliahan mata kuliah itu, selalu saya
sambi, karena kurang tertarik dengan apa yang dibahas. Saya dengan sombongnya
berpikir, “ah, kalau soal lobi sih nanti juga bisa mengalir. Itu bisa
dipelajari seiring saya nanti punya banyak pengalaman dengan macam-macam orang
nantinya”
Ternyata,
kesombongan pikiran saya itu salah besar, dan terpatahkan dengan pengalaman
saya malam ini.
Barusan,
mungkin sekitar setengah jam yang lalu. Saya masih duduk di kursi kayu toko
yang khusus menangani perprinteran
(tau bener gak tuh). Awalnya, Cuma teman saya yang nanya-nanya masalah
printernya. Tapi, kemudian saya ikut tertarik karena saya memang ada
kepentingan juga.
Mas- mas
toko menjelaskan mengenai keadaan printer, namun saya gak bisa denger apa yang
dia katakan. Karena posisi toko memang di pinggir jalan, jadi emang suara motor
dan mobil lalu lalang mengganggu banget. Saya cuma bisa lihat gerak bibirnya
aja. Lalu kemudian saya akan tanya kembali pada teman saya, teman saya
menjelaskan, baru saya bisa mengerti. Komunikasi yang sangat tidak efektif
bukan?
Hal tersebut
berlangsung lumayan lama loh, si Mas-masnya terus menjelaskan tanpa mengeraskan
suara, padahal saya sudah pasang sinyal kalau suaranya gak bisa didengar. Namun,
dengan wajah lesunya si Mas itu terus menjelaskan. Udah kayak adegan film yang
di slow motion deh, saya pun masih
belum bisa dengar suaranya yang mungkin merdu itu.
Singkat cerita,
teman saya memutuskan buat balik bawa printernya, dan gak jadi service printernya disitu. Tapi si
Masnya, pasrah aja gitu. Padahal logikanya, dia kan udah dikerjain tuh sama kita, udah diambil waktu berharganya. Padahal
kan sayang banget kalau kita pergi begitu aja. Harusnya dan normalnya, ada
adegan merayu sedikit kek..., atau
gak tunjukkan lah senyummu mas, kali aja teman saya ini naksir, terus jadi
service, hehehe. Tapi si Masnya enggak melakukan apa-apa. Pasrah.
Singkat cerita
lagi, saya dan teman saya sudah kemas-kemas mau bawa tuh printer, datenglah mas
kedua dengan wajah yang masih bersemangat. Ia nanya sama kita, apa masalahnya,
dan bongkar kembali printer yang udah dikemas rapih. Tapi sumpah, dia jauh
berbeda dari mas yang pertama. Dia menjelaskan dengan jelas, sambil diselingi
canda dan katawa-ketawa dikit gitu. Pembawaannya asik, jadi gak sungkan kalau
nanya-nanya labih jauh. Bahkan dia dengan niatnya mencoba buat benerin bagian
dari printernya.
Dan akhirnya,
kita memutuskan service printer disitu.
Dari cerita
di atas, apa sih kesimpulannya dan nyambungnya sama lobi dan negosiasi? Sekilas
sih hal tersebut udah biasa ya kita alami. Tapi pikirin deh, ini tuh masuk juga
loh ke teknik lobi dan negosiasi.
Si Mas
pertama, kalau dia suatu saat buka toko printer sendiri. Dengan sikap gak
bersemangatnya, pelanggan juga logikanya bakal males, iya kan? Apalagi kalau
baru pertama ketemu, pasti banyak prasangka yang muncul di pikiran pelanggan. “Pasti
Masnya males nih ngeladenin gue” atau “Gak butuh duit kali ya nih orang” atau
pikiran-pikiran ekstrim lainnya.
Si Mas kedua.
Dia orangnya asik, santai, dan menjelaskan dengan jelas, jadi kalau pelanggan
mau bersikap sok asik juga kan gak sungkan. Mau nanya-nanya lebih jauh juga gak
masalah. Ujung-ujungnya ya suka (sama pelayanannya ya..) dan jadi langganan
tokonya.
Rugi gak? Rugi
buat Mas pertama, kalau ia bersikap kayak gitu setiap saat dan ke setiap
pelanggan, karena pelanggan juga kan gak serempak punya satu sifat dan pikiran
yang sama. Nah, ngomongin masalah sifat, saya juga mau share sedikit mengenai empat sifat atau tipe kepribadian dari Florence
Littauer dan bagaimana langkah-langkah yang bisa diterapkan untuk menghindari
hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi.
Empat
tipe kepribadian yang diungkapkan Florence Littauer (1992) ini adalah tipe
dasar. Empat tipe tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sanguinis
Manusia
yang memiliki tipe kepribadian ini dicirikan memilki sifat-sifat yang terbuka,
ceria, dan opt imis. Banyak pembicaraan publik yang memiliki sifat ekstrovert
ini. Pemilik kepribadian ini tampak selalu ceria. Itu karena dalam benaknya ia
selalu menginginkan kesenangan, selalu ramah kepada banyak orang, berorientasi
pada hubungan, jenaka, mudah bergaul, popular,a rtistik, emosional, terus
terang, dan tentu daja penuh optimis.
2. Melankolis

Pemilik
kepribadian ini memiliki cirri berupa sifat yang cenderung tertutup (introvert)
dan pesimis. Orientasi tindakan pemilik kepribadian ini adalah pada
kesempurnaan. Dalam segala hal ia menginginkan kesempurnaan. Mereak meiliki
jiwa artistik, namun emosional. Mereka juga berorientasi pada cita-cita dan
senang terhadap sesuatu yang teratur.

3. Sanguinis
Pemilik
kepribadian ini hampir sama dengan melankolis, yaitu tertutup (introvert) dan
pesimis. Mereka tidak emosional, berkeinginan kuat, dan berorientasi pada
hubungan. Tindakannya selalu didorong oleh tujuan.
4.
Korelis
Pemilik
kepribadian ini bersifat terbuka (ekstrovert) dan optimis. Pemilik kepribadian
ini sangat menginginkan kekuasaan atau kontrol. Senang dengan keteraturan,
tidak emosional, ramah pada semua orang, suka blak-blakan, dan sudah tentu
selalu optimis.
Dalam
proses lobi, pada intinya kenali sasaran lobi kita dan pahami. Penyesuain atas
apa yang dimiliki komunikan (sasaran lobi), termasuk kepribadiannya akan banyak
membantu kesuksesan lobi yang kita lakukan (Partao, 2007).
Lalu
bagaimana cara kita buat mengatasi hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi? Lobi adalah bagian dari tugas – tugas dan pekerjaan dalam
organisasi atau perusahaan, maka suksesnya lobi adalah dengan cara mengelola
dan menangani orang. Membaca orang adalah membaca kepribadiannya, membaca
kecerdasannya serta membaca pola dan cara belajarnya adalah satu alat untuk
keberhasilan lobi kita. Berikut adalah tips – tips untuk menciptakan kerja
sama.
Pertama, kesan pertama. Kesan pertama sangatlah
penting. Buat remaja yang baru jatuh cinta pasti sepakat mengatakan, “cinta
pertama tidak pernah mati.” Mengapa tidak pernah mati? Karena kesan pertama itu
langsung terpatri di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dalam hubungan dengan
sasaran lobi kita, kita akan mampu menciptakan kerja sama jika tercipta kesan
pertama yang baik. Sekali kesan pertama buruk, untuk selanjutnya kita pasti
akan dinilai buruk. Kesan pertama yang baik disini bisa diraih dengan bersikap
positif, murah senyum, menghargai dan menghormatinya dengan baik.
Kedua, bangunlah kepercayaan dalam dirinya. Orang hanya mau berteman, mau
bekerja sama dengan orang lain yang menurut dia dapat dipercaya. Oleh karena
itu, langkah kedua setelah tercipta kesan pertama, ialah menjadi orang yang
dapat dipercaya. Untuk dapat dipercaya, jadilah orang yang jujur dan dapat
dipegang kata-katanya. Untuk itu jangan sekali-kali membuat janji bila tidak
dapat memenuhinya. Jangan membuat keputusan yang tidak bisa kita laksanakan dan
tidak dapat kita patuhi.
Ketiga, buatlah ia kagum pada diri kita. Saat
berbincang-bincang dengan dengannya, bicaralah tentang dirinya, tentang
minatnya, profesinya dan hobinya. Bicara yang menarik minat sasaran lobi kita
akan membuat dia antusias. Untuk itu dorong sasaran lobi kita agar dia yang
lebih banyak bicara, bukan kita. Bisa juga bicara tentang profesi lain yang dia
geluti selain pekerjaan saat ini yang
dapat memaksa kita untuk melobi dia. Terakhir adalah hobinya. Kita bisa
mengetahuinya dengan mencari tahu acara akhir pekan yang selalu dilakukannya,
berolahraga, berburu, melukis, atau kegiatan lainnya. Memperoleh informasi
tentang minat, profesi lain selain pekerjaan pokok dan hobinya, bisa kita
dapatkan dengan bertanya langsung padanya, dari teman dekatnya, pegawainya,
asistennya, sekretarisnya, atau supirnya.
Setelah berhasil membuatnya
kagum, maka ia akan suka pada kita dan ia akan senang bersahabat dengan kita.
Rasa suka dan senang ini sudah mendekati rencana kita dan menjawab pertanyaan
bagaimana membuat orang mau bekerja sama dengan kita.
Prosesnya diawali dengan
membuat sasaran lobi kita merasa penting. lakukanlah itu dengan tulus. Berikan
pujian padanya pada hal – hal yang dia capai. Ini membuat dia merasa penting
dan semakin suka pada kita.
Terakhir, untuk menjadikan
sasaran lobi senang bekerja sama dengan kita adalah sebagai berikut ini adalah
rumusannya:
a) Bila kita punya ide ingin bekerja sama dengannya, buatlah
seolah ide kita adalah idenya, atau bila ada satu pekerjaan yang membutuhkan sebuah
solusi agar bisa dilakukan dengan lancar kita bisa meminta idenya untuk menjadi
solusi dalam melaksanakan tugas tersebut.
b) James K. Van Fleet (1997) menyebutkan, ketika kita ingin
bekerja sama dan mendapat dukungan penuh dari seseorang, berikan kerja sama dan
dukungan penuh padanya terlebih dahulu.
c) Lebih sulit mempertahankan kerja sama daripada menciptakan
kerja sama. Untuk itu upayakan mengurangi kepentingan diri dan berikan
perhatian lebih pada kepentingan orang lain.
d) Ketahui keinginan mereka, ketahui kebutuhan mereka. Antara
kebutuhan dan keinginan berbeda. Keinginan berhubungan dengan apa yang mereka
lihat, berhubungan selera mereka. Kebutuhan berhubungan dengan jasmani dan
rohani, skitang dan papan, primer dan sekunder. Kebutuhan memiliki tingkat
kewajiban yang besar untuk dipenuhi sedangkan keinginan tidak.
e) Sebagai pelobi yang ingin menciptakan kerja sama, kita harus
mampu melihat kebutuhan dan keinginan sasaran lobinya. Penuhi kebutuhan dan
keinginannya. Kebutuhan relatif tetap sedangkan keinginan terus berubah dan
berkembang seiring meningkatnya tingkat kehidupan sosial ekonominya. Untuk
itulah pelobi harus tau niat minat, profesi, hobi, pengalaman, harapan dan
cita-citanya agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
f) Bila telah terbina kerja sama yang baik, bicaralah selalu
tentang kesamaan – kesamaan, kurangi bicara tentang perbedaan seperti yang
diungkapkan oleh Charles J. Keating. Hindari perselisihan, jauhi selalu 12 tipe
kepribadian pencetus konflik. Mudah-mudahan kerja sama yang telah terbentuk
bisa berjalan langgeng dan keuntungan organisasi dan perusahaan kita bisa
berlipat-lipat (Partao, 2007).
Nah semoga, dengan baca
tulisan ini bisa bermanfaat buat kalian. Saya sih cuma mau share, ternyata belajar teknik lobi itu bermanfaat dan penting buat
diterapkan di kehidupan. Satu lagi, pesan moral dari saya, ”Kalau dapet mata
kuliah teknik lobi dan negosiasi jangan disia-siakan dan kuliah sambil nyambi (nyambi
buka FB, main games, ngerjain tugas mata kuliah lain, dsb) karena niscaya
teknik lobi ini akan kepake banget loh, apalagi setelah nanti kita lulus kuliah
dan masuk di kehidupan sebenarnya J
Sumber :
Partao, Zainal Abidin. 2007. Teknik lobi dan
Diplomasi. Jakarta: Indeks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar