12.08.2014

Lobi dan Negosiasi

Lobi? Negosiasi?
Kayaknya dua kata itu, udah gak asing lagi di telinga, dan memang kenyataannya dua kata tersebut punya kedekatan dalam hidup kita. Sedikit cerita, kalau malam ini saya merasakan benar bagaimana “Si Lobi” dan “Si Negosiasi” itu berperan besar dalam kehidupan sehari-hari.
Di semester ketujuh saya di fakultas komunikasi ini, saya mendapatkan mata kuliah teknik lobi dan nengosiasi. Selama masa perkuliahan mata kuliah itu, selalu saya sambi, karena kurang tertarik dengan apa yang dibahas. Saya dengan sombongnya berpikir, “ah, kalau soal lobi sih nanti juga bisa mengalir. Itu bisa dipelajari seiring saya nanti punya banyak pengalaman dengan macam-macam orang nantinya”

Ternyata, kesombongan pikiran saya itu salah besar, dan terpatahkan dengan pengalaman saya malam ini.

Barusan, mungkin sekitar setengah jam yang lalu. Saya masih duduk di kursi kayu toko yang khusus menangani perprinteran (tau bener gak tuh). Awalnya, Cuma teman saya yang nanya-nanya masalah printernya. Tapi, kemudian saya ikut tertarik karena saya memang ada kepentingan juga.
Mas- mas toko menjelaskan mengenai keadaan printer, namun saya gak bisa denger apa yang dia katakan. Karena posisi toko memang di pinggir jalan, jadi emang suara motor dan mobil lalu lalang mengganggu banget. Saya cuma bisa lihat gerak bibirnya aja. Lalu kemudian saya akan tanya kembali pada teman saya, teman saya menjelaskan, baru saya bisa mengerti. Komunikasi yang sangat tidak efektif bukan?

Hal tersebut berlangsung lumayan lama loh, si Mas-masnya terus menjelaskan tanpa mengeraskan suara, padahal saya sudah pasang sinyal kalau suaranya gak bisa didengar. Namun, dengan wajah lesunya si Mas itu terus menjelaskan. Udah kayak adegan film yang di slow motion deh, saya pun masih belum bisa dengar suaranya yang mungkin merdu itu.

Singkat cerita, teman saya memutuskan buat balik bawa printernya, dan gak jadi service printernya disitu. Tapi si Masnya, pasrah aja gitu. Padahal logikanya, dia kan udah dikerjain tuh  sama kita, udah diambil waktu berharganya. Padahal kan sayang banget kalau kita pergi begitu aja. Harusnya dan normalnya, ada adegan merayu sedikit kek..., atau gak tunjukkan lah senyummu mas, kali aja teman saya ini naksir, terus jadi service, hehehe. Tapi si Masnya enggak melakukan apa-apa. Pasrah.

Singkat cerita lagi, saya dan teman saya sudah kemas-kemas mau bawa tuh printer, datenglah mas kedua dengan wajah yang masih bersemangat. Ia nanya sama kita, apa masalahnya, dan bongkar kembali printer yang udah dikemas rapih. Tapi sumpah, dia jauh berbeda dari mas yang pertama. Dia menjelaskan dengan jelas, sambil diselingi canda dan katawa-ketawa dikit gitu. Pembawaannya asik, jadi gak sungkan kalau nanya-nanya labih jauh. Bahkan dia dengan niatnya mencoba buat benerin bagian dari printernya.

Dan akhirnya, kita memutuskan service printer disitu.

Dari cerita di atas, apa sih kesimpulannya dan nyambungnya sama lobi dan negosiasi? Sekilas sih hal tersebut udah biasa ya kita alami. Tapi pikirin deh, ini tuh masuk juga loh ke teknik lobi dan negosiasi.

Si Mas pertama, kalau dia suatu saat buka toko printer sendiri. Dengan sikap gak bersemangatnya, pelanggan juga logikanya bakal males, iya kan? Apalagi kalau baru pertama ketemu, pasti banyak prasangka yang muncul di pikiran pelanggan. “Pasti Masnya males nih ngeladenin gue” atau “Gak butuh duit kali ya nih orang” atau pikiran-pikiran ekstrim lainnya.

Si Mas kedua. Dia orangnya asik, santai, dan menjelaskan dengan jelas, jadi kalau pelanggan mau bersikap sok asik juga kan gak sungkan. Mau nanya-nanya lebih jauh juga gak masalah. Ujung-ujungnya ya suka (sama pelayanannya ya..) dan jadi langganan tokonya.

Rugi gak? Rugi buat Mas pertama, kalau ia bersikap kayak gitu setiap saat dan ke setiap pelanggan, karena pelanggan juga kan gak serempak punya satu sifat dan pikiran yang sama. Nah, ngomongin masalah sifat, saya juga mau share sedikit mengenai empat sifat atau tipe kepribadian dari Florence Littauer dan bagaimana langkah-langkah yang bisa diterapkan untuk menghindari hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi.

Empat tipe kepribadian yang diungkapkan Florence Littauer (1992) ini adalah tipe dasar. Empat tipe tersebut adalah sebagai berikut:



1. Sanguinis
Manusia yang memiliki tipe kepribadian ini dicirikan memilki sifat-sifat yang terbuka, ceria, dan optimis. Banyak pembicaraan publik yang memiliki sifat ekstrovert ini. Pemilik kepribadian ini tampak selalu ceria. Itu karena dalam benaknya ia selalu menginginkan kesenangan, selalu ramah kepada banyak orang, berorientasi pada hubungan, jenaka, mudah bergaul, popular,a rtistik, emosional, terus terang, dan tentu daja penuh optimis.

2. Melankolis

Pemilik kepribadian ini memiliki cirri berupa sifat yang cenderung tertutup (introvert) dan pesimis. Orientasi tindakan pemilik kepribadian ini adalah pada kesempurnaan. Dalam segala hal ia menginginkan kesempurnaan. Mereak meiliki jiwa artistik, namun emosional. Mereka juga berorientasi pada cita-cita dan senang terhadap sesuatu yang teratur.








3. Sanguinis
Pemilik kepribadian ini hampir sama dengan melankolis, yaitu tertutup (introvert) dan pesimis. Mereka tidak emosional, berkeinginan kuat, dan berorientasi pada hubungan. Tindakannya selalu didorong oleh tujuan. 






4.     Korelis
Pemilik kepribadian ini bersifat terbuka (ekstrovert) dan optimis. Pemilik kepribadian ini sangat menginginkan kekuasaan atau kontrol. Senang dengan keteraturan, tidak emosional, ramah pada semua orang, suka blak-blakan, dan sudah tentu selalu optimis.

Dalam proses lobi, pada intinya kenali sasaran lobi kita dan pahami. Penyesuain atas apa yang dimiliki komunikan (sasaran lobi), termasuk kepribadiannya akan banyak membantu kesuksesan lobi yang kita lakukan (Partao, 2007). 



Lalu bagaimana cara kita buat mengatasi hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi? Lobi adalah bagian dari tugas – tugas dan pekerjaan dalam organisasi atau perusahaan, maka suksesnya lobi adalah dengan cara mengelola dan menangani orang. Membaca orang adalah membaca kepribadiannya, membaca kecerdasannya serta membaca pola dan cara belajarnya adalah satu alat untuk keberhasilan lobi kita. Berikut adalah tips – tips untuk menciptakan kerja sama.

Pertama, kesan pertama. Kesan pertama sangatlah penting. Buat remaja yang baru jatuh cinta pasti sepakat mengatakan, “cinta pertama tidak pernah mati.” Mengapa tidak pernah mati? Karena kesan pertama itu langsung terpatri di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dalam hubungan dengan sasaran lobi kita, kita akan mampu menciptakan kerja sama jika tercipta kesan pertama yang baik. Sekali kesan pertama buruk, untuk selanjutnya kita pasti akan dinilai buruk. Kesan pertama yang baik disini bisa diraih dengan bersikap positif, murah senyum, menghargai dan menghormatinya dengan baik.

Kedua, bangunlah kepercayaan dalam dirinya. Orang hanya mau berteman, mau bekerja sama dengan orang lain yang menurut dia dapat dipercaya. Oleh karena itu, langkah kedua setelah tercipta kesan pertama, ialah menjadi orang yang dapat dipercaya. Untuk dapat dipercaya, jadilah orang yang jujur dan dapat dipegang kata-katanya. Untuk itu jangan sekali-kali membuat janji bila tidak dapat memenuhinya. Jangan membuat keputusan yang tidak bisa kita laksanakan dan tidak dapat kita patuhi.

Ketiga, buatlah ia kagum pada diri kita. Saat berbincang-bincang dengan dengannya, bicaralah tentang dirinya, tentang minatnya, profesinya dan hobinya. Bicara yang menarik minat sasaran lobi kita akan membuat dia antusias. Untuk itu dorong sasaran lobi kita agar dia yang lebih banyak bicara, bukan kita. Bisa juga bicara tentang profesi lain yang dia geluti selain pekerjaan saat ini yang  dapat memaksa kita untuk melobi dia. Terakhir adalah hobinya. Kita bisa mengetahuinya dengan mencari tahu acara akhir pekan yang selalu dilakukannya, berolahraga, berburu, melukis, atau kegiatan lainnya. Memperoleh informasi tentang minat, profesi lain selain pekerjaan pokok dan hobinya, bisa kita dapatkan dengan bertanya langsung padanya, dari teman dekatnya, pegawainya, asistennya, sekretarisnya, atau supirnya.

Setelah berhasil membuatnya kagum, maka ia akan suka pada kita dan ia akan senang bersahabat dengan kita. Rasa suka dan senang ini sudah mendekati rencana kita dan menjawab pertanyaan bagaimana membuat orang mau bekerja sama dengan kita.
Prosesnya diawali dengan membuat sasaran lobi kita merasa penting. lakukanlah itu dengan tulus. Berikan pujian padanya pada hal – hal yang dia capai. Ini membuat dia merasa penting dan semakin suka pada kita.

Terakhir, untuk menjadikan sasaran lobi senang bekerja sama dengan kita adalah sebagai berikut ini adalah rumusannya:

a)    Bila kita punya ide ingin bekerja sama dengannya, buatlah seolah ide kita adalah idenya, atau bila ada satu pekerjaan yang membutuhkan sebuah solusi agar bisa dilakukan dengan lancar kita bisa meminta idenya untuk menjadi solusi dalam melaksanakan tugas tersebut.

b)   James K. Van Fleet (1997) menyebutkan, ketika kita ingin bekerja sama dan mendapat dukungan penuh dari seseorang, berikan kerja sama dan dukungan penuh padanya terlebih dahulu.

c)  Lebih sulit mempertahankan kerja sama daripada menciptakan kerja sama. Untuk itu upayakan mengurangi kepentingan diri dan berikan perhatian lebih pada kepentingan orang lain.

d)  Ketahui keinginan mereka, ketahui kebutuhan mereka. Antara kebutuhan dan keinginan berbeda. Keinginan berhubungan dengan apa yang mereka lihat, berhubungan selera mereka. Kebutuhan berhubungan dengan jasmani dan rohani, skitang dan papan, primer dan sekunder. Kebutuhan memiliki tingkat kewajiban yang besar untuk dipenuhi sedangkan keinginan tidak.

e)   Sebagai pelobi yang ingin menciptakan kerja sama, kita harus mampu melihat kebutuhan dan keinginan sasaran lobinya. Penuhi kebutuhan dan keinginannya. Kebutuhan relatif tetap sedangkan keinginan terus berubah dan berkembang seiring meningkatnya tingkat kehidupan sosial ekonominya. Untuk itulah pelobi harus tau niat minat, profesi, hobi, pengalaman, harapan dan cita-citanya agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

f)   Bila telah terbina kerja sama yang baik, bicaralah selalu tentang kesamaan – kesamaan, kurangi bicara tentang perbedaan seperti yang diungkapkan oleh Charles J. Keating. Hindari perselisihan, jauhi selalu 12 tipe kepribadian pencetus konflik. Mudah-mudahan kerja sama yang telah terbentuk bisa berjalan langgeng dan keuntungan organisasi dan perusahaan kita bisa berlipat-lipat (Partao, 2007).

Nah semoga, dengan baca tulisan ini bisa bermanfaat buat kalian. Saya sih cuma mau share, ternyata belajar teknik lobi itu bermanfaat dan penting buat diterapkan di kehidupan. Satu lagi, pesan moral dari saya, ”Kalau dapet mata kuliah teknik lobi dan negosiasi jangan disia-siakan dan kuliah sambil nyambi (nyambi buka FB, main games, ngerjain tugas mata kuliah lain, dsb) karena niscaya teknik lobi ini akan kepake banget loh, apalagi setelah nanti kita lulus kuliah dan masuk di kehidupan sebenarnya J

Sumber :
Partao,  Zainal Abidin. 2007. Teknik lobi dan Diplomasi.  Jakarta: Indeks.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar