12.22.2014

Hadiah Akhir Tahun


Di penghujung tahun ini, saya dapatkan hadiah. Hadiah yang lumayan banyak, hadiah dari sebuah jalan-jalan saya, rekan, dan seorang dosen. Terimakasih sebelumnya untuk dosen dan keluarganya saya yang sudah mau direpotkan dalam jalan-jalan saya kemarin.
Oke, kembali pada jalan-jalan kali ini. Sebenarya meneruskan jalan-jalan dalam misi kemarin yang sempat tersendat, namun menjadikan banyak inspirasi bagi saya (edisi jalan-jalan menemui wartawan). Kali ini, saya datang ke Jogja untuk mewawancarai beberapa informan untuk tugas yang akan kami kerjakan. Namun pada tulisan ini saya tidak ingin membicarakan mengenai tugas suci ini,hehehe J
Saya ingin bercerita soal pesan dari salah satu informan kami, namanya Pak Sihono HT, Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jogja. Di sela wawancara kami, beliau memberikan tiga pesan, khususnya bagi kita Mahasiswa dan generasi muda yang masih punyak banyak waktu. Ketiga pesan itu adalah,
Peka. Peka melihat keadaan sekitar. Jangan cuek bebek, jangan hanya berada pada apa yang sudah menjadi rutinitas kita saja. Cobalah keluar, lihat dunia di luar keseharian kita, kalau istilah saya sih, ‘jalan-jalan’. Yuk, kita banyakin jalan-jalannya, toh gak salah juga kan? Jalan-jalan kan menyehatkan badan, betul? Sebagai mahasiswa, saya sedikit demi sedikit menyadari kalau Cuma jadi mahasiswa yang pasif saja gak cukup. Karena ternyata, kalau teori gak diimbangi dengan praktik, ya jadinya jomplang.
Kritis. Kalau kita sudah mulai berani buat ‘jalan-jalan’ dan mulai tertarik juga buat peduli. Maka, selanjutnya ya perlu pemikiran kritis. Saya sebelumnya, sedikit takut untuk belajar menjadi orang kritis, takut gak ada temen. Hehe, karena jujur saya adalah tipe orang yang ‘gak enakan’ dan suka cari damai dan aman. But, think again! Kalau sudah mulai peka, lihat keadaan sekitar, tapi kita anggap semua hal yang menyimpang dari keadaan sebenarnya adalah hal yang biasa, SO.. apa guna kata peka? Pesan kedua ini, saat saya pikirkan mulai mengajari saya bagaimana menjadi orang berani bersuara. Mulai membuat hal-hal baru dan berguna bagi sekitar. Karena mahasiswa sebenarnya bukan hanya untuk ijazah pekerjaan bukan? Tetapi juga untuk mengabdi pada masyarakat. Oke, kedua pesan sudah masuk otak saya ketika saya mengetik tulisan ini.
Terakhir adalah solusi. Nah ini dia nih...kegemarannya mahasiswa. Apalagi kelas saya, kelas komunikasi. Namanya juga komunikasi, pasti ada kegiatan berbicara di dalamnya bukan, dan kelas saya sering diadakan presentasi, latihan berbicara, namun terkadang sering juga tanpa menemukan penyelesaian masalah (solusi). Kata ini juga yang jarang banget kita temui di elit politik negara ini, jadinya...ya seperti yang kita bisa lihat. Lucu bukan?
Loh, saya jadi banyak mengkritisi orang. Maaf ya..saya mulai mempraktikkan kata kedua barusan. Kembali pada solusi, ini adalah kata yang paling sulit. Karena setiap orang pasti mudah untuk protes, tidak senang, atau tidak setuju. Namun, saat ditanyai seharusnya bagaimana, tidak banyak juga yang diam seribu bahasa. Karena saat ia memberikan protes, tidak terpikirkan sebelumnya bagaimana seharusnya permasalahan ini bisa diselesaikan. Selain itu, kita juga harus tunjukkan dengan bukti atau kerja nyata, tidak hanya bicara dan diskusi saja.
Tiga kata di atas, bisa jadi hadiah kan? Dan hadiah itu, saya bagi dengan kalian yang membaca tulisan ini. Eits, tapi tunggu dulu. Hadiah kan gak canting dong kalau tanpa pita warna pink.hehe...
Saya ingin menambahkan satu kata lagi sebagai pita, kata tersebut adalah konsisten. Tetap teguh pada pendirian kebenaran saat ditawari macam-macam. Karena manusia sering merasa tergoda, maka pita ini sepertinya juga penting untuk terus dibawa.


12.15.2014

Renungku dalam Puisiku

Allah, saat ini aku merasa seperti orang yang kehilangan arah.
Setelah beberapa hari ini aku menjadi orang yang keras.
Saat kutemui masaku untuk telarang melakukan ibadah limaku,
aku malah sama sekali tidak menemuiMu.
Aku tak menyebut namaMu,
Berlaku sombong padaMu,
Tanpa sadar siapa sebenarnya aku.

Allah, aku telah rasakan menjadi orang yang hilang.
Orang yang terpilih untuk kemudian dibuang,
Orang yang akan tak terlihat nantinya
Orang yang tak tau arah dan hendak pergi kemana
Aku merasa semuanya telah lengkap, tanpa kusadari ternyata semuanya hampa.

Allah, aku telah rasakan menjadi orang yang kosong,
Tanpa tujuan dan terus saja membangkang,
Tanpa mengingat dan terus saja berusaha tak terjadi apa-apa.
Padahal tubuh ini menolak, padahal otak ini tak terima.
Maaf,

Tuntun diriku Allah...
Aku bukan apa-apa tanpa pelitaMu,
Aku nol tanpa hakikat kebenaranMu.
Aku, ingin kembali,
Menjadi orang terpilih,
Yang akrab dengan menyebutMu,
Yang halus hatinya,
Yang berusaha untuk berdiam lebih lama
Untuk berdoa dalam hati,
MengagungkanMu. Meminta kasih sayangMu.


12.08.2014

Lobi dan Negosiasi

Lobi? Negosiasi?
Kayaknya dua kata itu, udah gak asing lagi di telinga, dan memang kenyataannya dua kata tersebut punya kedekatan dalam hidup kita. Sedikit cerita, kalau malam ini saya merasakan benar bagaimana “Si Lobi” dan “Si Negosiasi” itu berperan besar dalam kehidupan sehari-hari.
Di semester ketujuh saya di fakultas komunikasi ini, saya mendapatkan mata kuliah teknik lobi dan nengosiasi. Selama masa perkuliahan mata kuliah itu, selalu saya sambi, karena kurang tertarik dengan apa yang dibahas. Saya dengan sombongnya berpikir, “ah, kalau soal lobi sih nanti juga bisa mengalir. Itu bisa dipelajari seiring saya nanti punya banyak pengalaman dengan macam-macam orang nantinya”

Ternyata, kesombongan pikiran saya itu salah besar, dan terpatahkan dengan pengalaman saya malam ini.

Barusan, mungkin sekitar setengah jam yang lalu. Saya masih duduk di kursi kayu toko yang khusus menangani perprinteran (tau bener gak tuh). Awalnya, Cuma teman saya yang nanya-nanya masalah printernya. Tapi, kemudian saya ikut tertarik karena saya memang ada kepentingan juga.
Mas- mas toko menjelaskan mengenai keadaan printer, namun saya gak bisa denger apa yang dia katakan. Karena posisi toko memang di pinggir jalan, jadi emang suara motor dan mobil lalu lalang mengganggu banget. Saya cuma bisa lihat gerak bibirnya aja. Lalu kemudian saya akan tanya kembali pada teman saya, teman saya menjelaskan, baru saya bisa mengerti. Komunikasi yang sangat tidak efektif bukan?

Hal tersebut berlangsung lumayan lama loh, si Mas-masnya terus menjelaskan tanpa mengeraskan suara, padahal saya sudah pasang sinyal kalau suaranya gak bisa didengar. Namun, dengan wajah lesunya si Mas itu terus menjelaskan. Udah kayak adegan film yang di slow motion deh, saya pun masih belum bisa dengar suaranya yang mungkin merdu itu.

Singkat cerita, teman saya memutuskan buat balik bawa printernya, dan gak jadi service printernya disitu. Tapi si Masnya, pasrah aja gitu. Padahal logikanya, dia kan udah dikerjain tuh  sama kita, udah diambil waktu berharganya. Padahal kan sayang banget kalau kita pergi begitu aja. Harusnya dan normalnya, ada adegan merayu sedikit kek..., atau gak tunjukkan lah senyummu mas, kali aja teman saya ini naksir, terus jadi service, hehehe. Tapi si Masnya enggak melakukan apa-apa. Pasrah.

Singkat cerita lagi, saya dan teman saya sudah kemas-kemas mau bawa tuh printer, datenglah mas kedua dengan wajah yang masih bersemangat. Ia nanya sama kita, apa masalahnya, dan bongkar kembali printer yang udah dikemas rapih. Tapi sumpah, dia jauh berbeda dari mas yang pertama. Dia menjelaskan dengan jelas, sambil diselingi canda dan katawa-ketawa dikit gitu. Pembawaannya asik, jadi gak sungkan kalau nanya-nanya labih jauh. Bahkan dia dengan niatnya mencoba buat benerin bagian dari printernya.

Dan akhirnya, kita memutuskan service printer disitu.

Dari cerita di atas, apa sih kesimpulannya dan nyambungnya sama lobi dan negosiasi? Sekilas sih hal tersebut udah biasa ya kita alami. Tapi pikirin deh, ini tuh masuk juga loh ke teknik lobi dan negosiasi.

Si Mas pertama, kalau dia suatu saat buka toko printer sendiri. Dengan sikap gak bersemangatnya, pelanggan juga logikanya bakal males, iya kan? Apalagi kalau baru pertama ketemu, pasti banyak prasangka yang muncul di pikiran pelanggan. “Pasti Masnya males nih ngeladenin gue” atau “Gak butuh duit kali ya nih orang” atau pikiran-pikiran ekstrim lainnya.

Si Mas kedua. Dia orangnya asik, santai, dan menjelaskan dengan jelas, jadi kalau pelanggan mau bersikap sok asik juga kan gak sungkan. Mau nanya-nanya lebih jauh juga gak masalah. Ujung-ujungnya ya suka (sama pelayanannya ya..) dan jadi langganan tokonya.

Rugi gak? Rugi buat Mas pertama, kalau ia bersikap kayak gitu setiap saat dan ke setiap pelanggan, karena pelanggan juga kan gak serempak punya satu sifat dan pikiran yang sama. Nah, ngomongin masalah sifat, saya juga mau share sedikit mengenai empat sifat atau tipe kepribadian dari Florence Littauer dan bagaimana langkah-langkah yang bisa diterapkan untuk menghindari hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi.

Empat tipe kepribadian yang diungkapkan Florence Littauer (1992) ini adalah tipe dasar. Empat tipe tersebut adalah sebagai berikut:



1. Sanguinis
Manusia yang memiliki tipe kepribadian ini dicirikan memilki sifat-sifat yang terbuka, ceria, dan optimis. Banyak pembicaraan publik yang memiliki sifat ekstrovert ini. Pemilik kepribadian ini tampak selalu ceria. Itu karena dalam benaknya ia selalu menginginkan kesenangan, selalu ramah kepada banyak orang, berorientasi pada hubungan, jenaka, mudah bergaul, popular,a rtistik, emosional, terus terang, dan tentu daja penuh optimis.

2. Melankolis

Pemilik kepribadian ini memiliki cirri berupa sifat yang cenderung tertutup (introvert) dan pesimis. Orientasi tindakan pemilik kepribadian ini adalah pada kesempurnaan. Dalam segala hal ia menginginkan kesempurnaan. Mereak meiliki jiwa artistik, namun emosional. Mereka juga berorientasi pada cita-cita dan senang terhadap sesuatu yang teratur.








3. Sanguinis
Pemilik kepribadian ini hampir sama dengan melankolis, yaitu tertutup (introvert) dan pesimis. Mereka tidak emosional, berkeinginan kuat, dan berorientasi pada hubungan. Tindakannya selalu didorong oleh tujuan. 






4.     Korelis
Pemilik kepribadian ini bersifat terbuka (ekstrovert) dan optimis. Pemilik kepribadian ini sangat menginginkan kekuasaan atau kontrol. Senang dengan keteraturan, tidak emosional, ramah pada semua orang, suka blak-blakan, dan sudah tentu selalu optimis.

Dalam proses lobi, pada intinya kenali sasaran lobi kita dan pahami. Penyesuain atas apa yang dimiliki komunikan (sasaran lobi), termasuk kepribadiannya akan banyak membantu kesuksesan lobi yang kita lakukan (Partao, 2007). 



Lalu bagaimana cara kita buat mengatasi hambatan-hambatan dalam lobi dan negosiasi? Lobi adalah bagian dari tugas – tugas dan pekerjaan dalam organisasi atau perusahaan, maka suksesnya lobi adalah dengan cara mengelola dan menangani orang. Membaca orang adalah membaca kepribadiannya, membaca kecerdasannya serta membaca pola dan cara belajarnya adalah satu alat untuk keberhasilan lobi kita. Berikut adalah tips – tips untuk menciptakan kerja sama.

Pertama, kesan pertama. Kesan pertama sangatlah penting. Buat remaja yang baru jatuh cinta pasti sepakat mengatakan, “cinta pertama tidak pernah mati.” Mengapa tidak pernah mati? Karena kesan pertama itu langsung terpatri di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dalam hubungan dengan sasaran lobi kita, kita akan mampu menciptakan kerja sama jika tercipta kesan pertama yang baik. Sekali kesan pertama buruk, untuk selanjutnya kita pasti akan dinilai buruk. Kesan pertama yang baik disini bisa diraih dengan bersikap positif, murah senyum, menghargai dan menghormatinya dengan baik.

Kedua, bangunlah kepercayaan dalam dirinya. Orang hanya mau berteman, mau bekerja sama dengan orang lain yang menurut dia dapat dipercaya. Oleh karena itu, langkah kedua setelah tercipta kesan pertama, ialah menjadi orang yang dapat dipercaya. Untuk dapat dipercaya, jadilah orang yang jujur dan dapat dipegang kata-katanya. Untuk itu jangan sekali-kali membuat janji bila tidak dapat memenuhinya. Jangan membuat keputusan yang tidak bisa kita laksanakan dan tidak dapat kita patuhi.

Ketiga, buatlah ia kagum pada diri kita. Saat berbincang-bincang dengan dengannya, bicaralah tentang dirinya, tentang minatnya, profesinya dan hobinya. Bicara yang menarik minat sasaran lobi kita akan membuat dia antusias. Untuk itu dorong sasaran lobi kita agar dia yang lebih banyak bicara, bukan kita. Bisa juga bicara tentang profesi lain yang dia geluti selain pekerjaan saat ini yang  dapat memaksa kita untuk melobi dia. Terakhir adalah hobinya. Kita bisa mengetahuinya dengan mencari tahu acara akhir pekan yang selalu dilakukannya, berolahraga, berburu, melukis, atau kegiatan lainnya. Memperoleh informasi tentang minat, profesi lain selain pekerjaan pokok dan hobinya, bisa kita dapatkan dengan bertanya langsung padanya, dari teman dekatnya, pegawainya, asistennya, sekretarisnya, atau supirnya.

Setelah berhasil membuatnya kagum, maka ia akan suka pada kita dan ia akan senang bersahabat dengan kita. Rasa suka dan senang ini sudah mendekati rencana kita dan menjawab pertanyaan bagaimana membuat orang mau bekerja sama dengan kita.
Prosesnya diawali dengan membuat sasaran lobi kita merasa penting. lakukanlah itu dengan tulus. Berikan pujian padanya pada hal – hal yang dia capai. Ini membuat dia merasa penting dan semakin suka pada kita.

Terakhir, untuk menjadikan sasaran lobi senang bekerja sama dengan kita adalah sebagai berikut ini adalah rumusannya:

a)    Bila kita punya ide ingin bekerja sama dengannya, buatlah seolah ide kita adalah idenya, atau bila ada satu pekerjaan yang membutuhkan sebuah solusi agar bisa dilakukan dengan lancar kita bisa meminta idenya untuk menjadi solusi dalam melaksanakan tugas tersebut.

b)   James K. Van Fleet (1997) menyebutkan, ketika kita ingin bekerja sama dan mendapat dukungan penuh dari seseorang, berikan kerja sama dan dukungan penuh padanya terlebih dahulu.

c)  Lebih sulit mempertahankan kerja sama daripada menciptakan kerja sama. Untuk itu upayakan mengurangi kepentingan diri dan berikan perhatian lebih pada kepentingan orang lain.

d)  Ketahui keinginan mereka, ketahui kebutuhan mereka. Antara kebutuhan dan keinginan berbeda. Keinginan berhubungan dengan apa yang mereka lihat, berhubungan selera mereka. Kebutuhan berhubungan dengan jasmani dan rohani, skitang dan papan, primer dan sekunder. Kebutuhan memiliki tingkat kewajiban yang besar untuk dipenuhi sedangkan keinginan tidak.

e)   Sebagai pelobi yang ingin menciptakan kerja sama, kita harus mampu melihat kebutuhan dan keinginan sasaran lobinya. Penuhi kebutuhan dan keinginannya. Kebutuhan relatif tetap sedangkan keinginan terus berubah dan berkembang seiring meningkatnya tingkat kehidupan sosial ekonominya. Untuk itulah pelobi harus tau niat minat, profesi, hobi, pengalaman, harapan dan cita-citanya agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

f)   Bila telah terbina kerja sama yang baik, bicaralah selalu tentang kesamaan – kesamaan, kurangi bicara tentang perbedaan seperti yang diungkapkan oleh Charles J. Keating. Hindari perselisihan, jauhi selalu 12 tipe kepribadian pencetus konflik. Mudah-mudahan kerja sama yang telah terbentuk bisa berjalan langgeng dan keuntungan organisasi dan perusahaan kita bisa berlipat-lipat (Partao, 2007).

Nah semoga, dengan baca tulisan ini bisa bermanfaat buat kalian. Saya sih cuma mau share, ternyata belajar teknik lobi itu bermanfaat dan penting buat diterapkan di kehidupan. Satu lagi, pesan moral dari saya, ”Kalau dapet mata kuliah teknik lobi dan negosiasi jangan disia-siakan dan kuliah sambil nyambi (nyambi buka FB, main games, ngerjain tugas mata kuliah lain, dsb) karena niscaya teknik lobi ini akan kepake banget loh, apalagi setelah nanti kita lulus kuliah dan masuk di kehidupan sebenarnya J

Sumber :
Partao,  Zainal Abidin. 2007. Teknik lobi dan Diplomasi.  Jakarta: Indeks.






12.02.2014

Manusia yang Sering Patah Hati

Manusia yang sering patah hati,
kembali ia menangis lagi.
dalam rasa sesal karena kata,
dalam rasa sesal karena cinta.

Ia, kali ini.
merasa sangat sendiri
tidak ada yang bisa mendengar apa maksudnya
tidak ada yang bisa mengerti apa maunya.
ia, kali ini sangat patah hati.

Memandang langit, tak usai juga.
menangisi tak terlepas juga.
menyesali tak kembali juga.

Ia, manusia yang sering patah hati.
mencoba menata ulang hati.
kemudian berusaha untuk kembali tersenyum
untuk dunia,
yang sering membuatnya bersedih.

Doaku, semoga kali ini ia bisa kembali
menata ulang hati,
dan kembali berseri
karena ia adalah matahari
yang mengemban tugas untuk terus bersinar,
karena rasa sakit, akan terus datang dan pergi.
maka ia harus selalu tersenyum
untuk dunia yang sering membuatnya patah hati.

12.01.2014

Manusia

Mungkin manusia adalah mahluk peminta perhatian,

Bahkan tak jarang peminta belas kasihan.

Namun, pada nyatanya
Manusia hanyalah akan mendapat dari dirinya sendiri.

Ia, akan menjadi pemerhati yang utuh
bagi dirinya sendiri.

Karena tak ada satu orangpun yang tak punya ego,
maka manusia hanya akan mendapat perhatian yang utuh
dari dirinya sendiri.

Saya Tersinggung Jika...

Tersinggung, saya akan tersinggung jika apa yang saya kerjakan dengan sepenuh hati sama sekali tidak mendapat tanggapan. Karena saat saya mengerjakan sesuatunya dengan maksimal, maka saya akan mengerahkan segala kemampuan yang saya punyai. Tidak apa jika tidak diterima dengan berbagai alasan, tidak apa jika mendapat kritikan, namun saya akan tersinggung jika seseorang sama sekali tidak menghargai, tidak menunjukkan sikap sopan saat saya memperlihatkan apa yang saya kerjakan, terlebih jika hanya memandang dengan sebelah mata. Maka bersiaplah untuk melihat saya yang akan membuat sesuatu yang melebihi apa yang bisa ia perbuat.

Saya amat tersinggung jika...

Apapun hasil dari bersusah payah orang yang saya sayangi, hanya dipandang sebelah mata dan melontarkan kata-kata yang tidak enak didengar. Siang ini karena seorang dosen membicarakan mengenai kain perca yang dirajut satu persatu, maka ingatan saya langsung melompat ke era lima tahun lalu (kalau tidak salah hitung J). Saat itu, guru kesenian di SMA saya menugaskan untuk membuat sebuah karya seni untuk dipamerkan di sebuah acara sekolah. Saya, adalah seseorang yang sama sekali tidak mengerti bagaimana membuat karya seni yang unik. Singkat cerita, setelah saya sangat bingung untuk menentukan akan membuat karya seni apa, mimi (panggilan untuk ibu saya) mengusulkan untuk membuat sesuatu dari kain perca, bahan yang hanya ada pada saat itu. Maka dengan tekun saya dibantu dengan mimi menyusun satu persatu kain perca untuk membuat sebuah karya seni. Saya diajari bagaimana caranya menjahit, agar terlihat lebih rapi dan bagus. Melelahkan, karena dibutuhkan ketelitian. Namun, karena dibantu beliau, maka hal tersebut menjadi menyenangkan.
Keesokannya, saat saya mengumpulkan tugas, dan kain perca tersebut dipamerkan, sesuatu terjadi dan amat sangat membuat saya tersinggung.

Apa itu?

Saya sudah bilang, bahwa jahitan kain perca tersebut adalah alas atau tatakan (bahas sunda) dari piring. Namun, karena hari itu hujan, entah bagaimana kain perca yang saya buat menjadi keset dan bahan untuk mengelap. Saya amat sangat marah. Sayangnya, saat itu saya bukan berada di situasi yang memungkinkan untuk marah. Sayangnya, mereka tidak mengetahui bagaimana susahnya saya dibantu mimi membuat karya tersebut, menghabiskan malam untuk menyelesaikannya. Sayangnya, mereka tidak tahu dalam karya tersebut terdapat kenangan, bagaimana awal saya belajar menjahit, dan yang saya amat sayangkan, mereka adalah orang yang tidak memiliki RASA MENGHARGAI.
Semoga saya dan bagi anda yang membaca, dapat belajar lagi untuk saling menghargai J