4.18.2013

Cerita Cinta # cerpen


“Surat untuk sinta kepada santi”
      
       Hari ini adalah hari genap kami dua tahun menjalani rumah tangga bahagia ini. Dua tahun lalu ia berikrar di depan ayahku juga saksi bahwa ia akan memperlakukanku sebagai seorang istri dengan sebaik-baiknya, dan ia menepati itu. Ia sungguh lelaki idamanku, walau tak lama kami kenal sebelum menikah aku merasa sudah mengenalnya melebihi orang lain. Aku sangat mencintai suamiku.
       Namun satu yang masih terus terpikir, disaat umur pernikahan kami sekarang ini seharusnya kami sudah mempunyai mongmongan. Tetapi kami belum diberi oleh tuhan untuk dititipkan seorang anak, padahal yang aku lihat mas dito sudah sangat merindukan hadirnya sosok anak yang pasti akan lebih melengkapi kebahagiaan rumah tangga kami. Bukannya tanpa usaha, karena aku dan mas dito selalu menuruti apa yang disarankan orang tua kepada kami bahkan mitos sekalipun, padahal aku tahu benar kalau suamiku itu paling emoh dengan hal berbau mitos.
      Jam menunjukan pukul setengah delapan malam, seharusnya ia sudah pulang. Apalagi kami sudah berjanji untuk makan malam di luar bersama dalam rangka merayakan hari pernikahan. Ah, mungkin dia sedang sibuk untuk mengejar deadline karena besoknya ia akan menghabiskan waktu untuk berdua saja denganku, aku harus sabar..mas dito sebentar lagi akan pulang.
****
        Esok paginya aku terkejut. Apa yang aku lakukan? Apa aku ketiduran dan melewatkan malam kemarin begitu saja. Mas dito pasti kecewa saat datang karena melihatku sudah tertidur pulas, ah akku menghancurkan rencana kami. Mungkin saat ini ia ada di dapur,membuat tah hangat seperti kebiasaannya setiap pagi dan hari inipun aku melewatkan kewajibanku itu.
        “ mas..?aku ketiduran semalam. Kenapa kamu ga bangunin aku? “ku lihat ia sedang menambahkan gula ke dalam cangkir teh hangatnya.
        “ ga papa kog sayang, mas kasian sama kamu. Salah mas ga tepat janji datangnya,hari ini juga aku mesti berangkat ke kantor ada kerjaan yang ga mungkin ditinggal jadi rencana hari ini ga bisa.maafin aku ya? “ ia mengusap rambutku dengan lembut, siapa yang tidak luluh jika perkataan dan kelakuannya sangat lembut seperti itu, walau aku kecewa tapi aku berusaha mengerti dengan profesinya. Ia harus profesional.
         “ aku usahakan biar bisa pulang cepat, dan ganti waktu kita yang ga sempat ini. Ok? “ dia berjalan ke meja makan dan masih mengaduk secangkir teh hangatnya itu. Ternyata ia sudah menyiapkan sarapan untuk kami berdua, ia sangat pengertian tak pernah menuntut lebih dariku. Ia sosok suami sempurna dalam hidupku.
         Setelah ia pergi berangkat kerja, aku menjalankan rutinitasku seperti biasanya. Kadang ada perasaan sesal karena aku memutuskan untuk berhenti dari bekerja. Bukan keinginan mas Dito, tapi keputusanku sebagai tanda baktiku sepenuhnya untuk suamiku, namun sering merasa sepi jika berada dalam hari seprti ini. Bingung apa yang harus aku kerjakan, karena tak ada lagi yang bisa ku urusi.
         Ibu-ibu tetangga sebelah jam segini pasti sedang mengadakan rapat khusus membicarakan orang sambil membeli sayuran. Sejujurnya aku tak suka, karena itu adalah hal yang tak berguna. Ah tapi niatku beda, aku cuma ingin berkumpul mencari kesibukan.
      “ eh bu Dito, tumben beli sayuran di sini? Mau nyoba sayuran murah ya bu. “ seorang tetangga berkata dengan nada yang tidak enak didengar, membuatku semakin malas untuk berinteraksi dengan tetangga sekitar.
       “ saya juga biasanya beli sayuran murah kog, cuma lagi pingin aja beli di sini bu. Apa perlu daftar absen kalau mau belanja sayuran di Mang awing? “ candaku untuk mencairkan suasana.
       “ ah si Ibu bisa aja ni. Bu, pak dito itu kerjanya daerah mana tuh bu? “ tanya seorang yang lain.
       “ daerah Jakarta timur bu, kenapa ya? “
       “ oh ga, makannya saya nanya soalnya hari ini beda arah sama biasanya. Mungkin ada perlu ya Bu? “ sebenarnya hal seperti ini tak perlu ditanyakan, terlihat sekali ibu-ibu yang suka gosip.
        “ iya tadi ngomong mau beli sesuatu dulu. Berapa mang semuanya? “aku menjawab seenaknya padahal aku tak tahu mau kemana mas dito hari ini.
        “ semuanya lima belas ribu bu Dito. “ jawab mang awing sambil sibuk membereskan sayuran yang acak-acakan
****
         Mas dito hari ini pulang malam lagi, jujur aku kesepian. Dan sedikit kesal karena hari ini seharusnya kita berdua, namun aku tidak bisa kesal dengan mas dito karena ia bekerja sekeras ini untuk menghidupiku juga menabung untuk anak-anak kami nantinya.
         Dimana ya album pernikahan kami? Aku tidak pernah membukanya lagi setelah pindah rumah setahun yang lalu. Mungkin ada di gudang belakang, coba kucari, sayang kalau sampai berdebu dan akhirnya jadi sasaran tikus-tikus gudang.
         Suasana gelap langsung terasa saat membuka pintu gudang belakang, sejak dulu aku sangat penakut tapi karena hari masih belum begitu malam jadi aku berusaha untuk memberanikan diri. Barang-barang belum tertata membuatku susah berjalan, aku lupa untuk membawa senter. Padahal ssudah setahun lalu kami pindah, tapi masih belum sempat untuk membereskan gudang ini, nanti kalau mas dito sudah ga sibuk harus ada sat hari untuk beres-beres gudang ini,pikirku.
         Walau gelap, aku masih bisa mengingat letak album pernikahan yang kusimpan, tempatnya ada di atas lemari yang sudah mulai rapuh. Huh, bodohnya aku menaruh album di atas lemari ini! Ku coba tarik albumnya karena memang tidak begitu tinggi lemari itu, bukan album yang ku dapat malah setumpuk amplop terjatuh dan berserakan di lantai gudang. Mungkin ini persediaan amplop, suamiku itu kan penuh dengan persiapan. Tapi tunggu,, amplop itu seperti sudah diisi kertas, amplop apa ini? Kalau surat-surat penting selalu aku simpan rapih dalam lemari kamar, karena di sini gelap aku ingin melihat isinya di luar saja. Dan akupun melupakan album pernikahan yang ingin ku ambil.
 
     Ternyata amplop ini bukan putih polos seperti amplop formal, ada motif bunga di pojoknya atau warna pink menghiasi keseluruhan amplop. Apa isi amplop ini? Aku tidak pernah membelinya.tertulis untuk santi di sana,siapa sinta? Aku kenal betul ini adalah tulisan mas dito, aku tahu ini tulisan mas dito.tapi untuk apa? Aku masih berusaha berpikir positif, aku percaya pada suamiku. Dan aku mulai membaca salah satu dari surat itu.

Untuk sinta
            
    Esok  hariku untuk berikrar janji dengan orang yang baru saja ku kenal, tetapi keluargaku menyukainya semua orang mendukung kami untuk bersama. Aku selalu berusaha tersenyum jika ada yang berkata kami sangat serasi, ia cantik,pintar,dan kurasa ia sangat mencintaiku. Banyak yang menginginkannya karena katanya ia spesial,ia hampir sempurna sebagai perempuan solehah. Namun untukku itu biasa, aku tidak merasakan rasaku saat bersamamu, rasa kita berdua.
      Aku sudah memilih baju pernikahan bersamanya, dan kau tahu? Baju itu adalah yang kita pilih. Warna ungu bukan? Aku sengaja memilihnya, walau aku tak rela itu dikenakan olehnya. Saat aku memilih baju itu, aku tahu ada gurat tidak setuju di wajahnya, namun ia terlalu penurut sehingga berpura-pura sangat menyukainya. Tapi itu adalah caraku, agar aku bisa membayangkan bahwa mempelai perempuan saat itu adalah kamu.
       Andai besok adalah hari kita, tentunya aku sangat merasakan kebahagiaan seperti apa yang dirasakan keluargaku sekarang. Ibu tak berhenti ada di sampingnya, mungkin karena terlalu bahagia. Tapi tenang sayang hati ini cuma milik kamu untuk selamanya,dan cinta kita hanya kita yang memilikinya. Tak akan ada orang yang bisa menodainya.
      Sejak kalimat pertama aku membacanya, terasa sangat sakit. Aku sungguh tak percaya kalau orang yang menulis kata-kata indah ini untuk orang bernama sinta adalah suamiku. Pasti bukan dia! Bukan dia! Air mataku terus mengalir, namun tak seberapa dibanding dengan sesak di dada. Aku bahkan tak pernah membayangkan sekalipun tentang ini. Namun emosi yang memaksaku untuk membuka dan membaca surat kedua untuk wanita itukah? Atau wanita lain. Apa hubungan wanita itu dengan suamiku? Apa suamiku main gila di belakangku selama ini? Selama ini, semua yang ia berikan keromantisan, caranya apakah semua itu seharusnya ditujukan kepada sinta itu? Ahhhhhh, tak kuasa aku menahan tangis yang semakin menyiksa.
     Ku coba untuk membuka surat berwarna merah muda di antara setumpuk surat yang tersenyum licik bersiap untuk menyakitiku dengan satu persatu rangkaian kata yang tertulis indah di dalamnya.


21 agustus 2011
Untuk kekasih abadiku sinta

Aku berusaha bertahan dalam rumah tangga konyol ini. Aku rasa aku tak akan pernah dan aku tak tertarik untuk berusaha mencintainya. Hari aku jalani bersama perempuan itu, aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami dan begitu juga dengannya sebagai seorang istri, namun seperti yang ku bilang terasa hambar.tak ada rasa. Aku tahu aku begitu jahat karena melakukan ini kepadanya, namun ini juga tak lepas dari kesalahannya karena telah berani masuk dalam hidupku yang indah bersamamu. Aku marah! Aku marah! Indahku terusik karena perjodohanku dengannya dan aku tak bisa menolak dengan alasan apapun karena katanya ia sosok sempurna, ia seperti malaikat dalam keluargaku, tapi bagiku ia hanya selingan dan utama itu adalah kamu.
Bahkan sampai detik ini ia belum juga memberi cucu yang sangat diimpikan ibu, ia belum sempurna menurutku sebagai seorang perempuan,tak akan lebih darimu yang memberiku malaikat kecil yang kini umurnya dua tahun tiga bulan. Ia begitu lucu, tumbuh menjadi anak pintar juga aktif. Ia juga sangat cantik sepertimu sayang, sesuai dengan namanya Nisa.
Sekali lagi dan tak akan pernah aku bosan katakan ini padamu. Aku sangat mencintaimu dan tak akan ada yang bisa menggantikanmu walau ia berada di sampingku sekarang. Aku percaya akan ada hari indah bersamamu walau tak di dunia ini sekalipun akan aku tunggu hari itu, karena kau terpenting dalam hidupku.
       Tanpa rasa? Benarkah tanpa rasa,hambar? Oh tuhan apa yang aku hadapi sekarang ini. Dia bukan manusia menurutku, bukan suamiku yang sungguh terlampau sempurna di hadapanku. Ia menyebutku dengan kata perempuan itu, sebegitu asingnyakah aku baginya? Dan anak, ia punya anak dengan perempuan itu bahkan sebelum aku menikah dengannya. Keterlaluan! Keterlaluan!
        Masih mencoba membohongi diriku sendiri. Bahwa aku tidak mengalami mimpi buruk ini, bahwa ia masih suamiku seutuhnya tanpa harus bohongi perasaanya dan ia merasakan cinta bersamaku. Apa ia begitu kecewa dengan masalah anak? Aku akan berusaha kalau itu adalah masalahnya, besokpun aku bisa berangkat mencari pengobatan terbaik.
****
        Ia tidak pulang malam ini, lebih parah dari hari-hari sebelumnya yang hanya lembur sampai malam. Aku tidak hentinya menangis, menangisi jalan hidupku yang telah rusak karena memutuskan menikah dengan orang bejat sepertinya. Aku merusak diriku sendiri! Langit rasanya runtuh, menimpahku dengan derita disiapkannya.
       Andai dia datang malam ini, aku siapkan pisau untuk membunuhnya. Ya, membunuhnya! Lebih baik menjadi pembunuh daripada menjadi istri seorang bejat sepertinya. Aku tak sudi memanggilnya Mas, aku tak sudi serumah dengan dia, dan aku tak rela waktuku dihabiskan untuk mengabdi kepadanya!
****
      Paginya ia datang. Ia berada di sampingku, di tempat tidur kita. Aku masih berharap kalau malam tadi tak pernah ada, kalau ia masih suami sempurnaku. Namun aku segera tersadar, terbayang kata-katanya yang sukses membuatku menjadi orang paling terpuruk.
       Diam-diam ku ambil pisau buah yang ada di samping tempat tidur, niatku bulat untuk membunuhnya. Bahkan di mimpiku dalam tidur yang sangat singkat aku sudah membunuhnya, melewati keadaan suram ini menuju pintu bahagia yang kuinginkan. Ku pandang sejenak wajah tampannya, wajah yang buat aku tegila-gila. Tunggu sampai pisau ini mendarat di tubuhmu sayang, membalas sakitku dengan tiap jengkal goresan manisnya. Maaf karena aku telah berani masuk dalam hidupmu bersamanya.
      Pisau itu kini ada di tanganku, bersiap untuk mengenainya. Namun sial! Ia terbangun dan sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Segera ia berusaha menghindar, itu membuatku makin menggila dan bernafsu untuk membunuhnya.
      “ sadar yang, kamu kenapa? Ingat aku ini suamimu! Istighfar santi,istighfar! “ dito yang masih menjadi suamiku itu mencoba menyadarkan.
      “ aku sepenuhnya sadar! Bahkan terlampau sadar mas! Aku sadar kau main gila di belakangku. Aku sadar kau punya anak umur dua tahun itu, aku sadar ini adalah kesalahan terbesarku hidup bersamamu! “ aku masih berusah mengenainya.
     “ hahahaha kau tahu itu? Akhirnya tak usah aku bersusah memberi tahumu, maaf. “ ia setengah menangis, dan akupun lemas. Mungkin karena tidak tidur semalam, Dan  dalam hitungan menit aku kehilangan kesadaran.
****
        Perlahan ku buka mata, terasa ngilu di punggung. Aku sekarang berada dalam tempat tidur, namun ada yang berbeda tanganku juga kakiku di rantai. Sepertinya aku berada dalam tahanan. Tak ada seorangpun yang berada di sampingku, aku hanya sendiri disini.
         Ternyata ku berada dalam rumah sakit jiwa, dan lelaki sial itu yang mengirimku kemari. Sebulan kemudian sahabatku menjenguk dan memberi tahu kalau perempuan itu ternyata sakit, dan anak mereka diasuh oleh neneknya. Mereka adalah pasangan sebelum aku dan lelaki itu menikah, mereka hampir juga menikah tetapi karena ibu mertuaku menentang keras hubungannya maka merekapun memutuskan untuk membatalkan rencana indah itu. Hatiku kini mati rasa, aku sadar benar tentang ini, aku sepenuhnya tidak gila. Namun aku memilih untuk gila, karena dunia yang ada disini jauh lebih baik dari dunia sebenarnya yang aku alami. Mungkin sekarang tempat ini adalah  yang terbaik untukku. Tanpa harus ada lelaki bejat itu!

                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar