4.18.2013

# Cerpen


LAMARAN BUAT IBU
               
              Setiap orang pasti punya impian masing-masing, begitupun dengan aku. Jika tuhan bertanya padaku hal apa yang ingin sekali aku pinta, jawabku hanya satu yaitu aku ingin ayah kembali bersama kami disini dan tak akan pernah tinggalkanku lagi. Semuanya begitu cepat tuhan sampai aku tak menyadarinya. Baru sekarang aku tahu apa arti dari kehilangan itu, dan ini membuatku begitu sedikit rapuh.
                Aku percaya semuanya akan baik-baik saja, selalu ada ibu yang siap menjadi temanku jika aku membutuhkan tawa, ada ibu yang siap menjadi seorang guru jika aku butuh pelajaran hidup, pastinya ada ia yang selalu menjadi seorang ibu seutuhnya jika aku butuh belaian hangat dari tangan lembutnya, walau kini tak ada ayah lagi yang bisa kuandalkan dalam beberapa hal. Juga ada kaka yang berusaha sebaiknya menjadi seorang kaka. Ini terlalu sempurna untukku bukan? Jadi aku tak perlu mengeluh atau merasa kurang dengan semua yang kumiliki sekarang ini.
^^^^
                Seperti biasanya pada pagi ini aku bangun dengan tekad memperbaiki hari sebelumnya. Hari ini hari minggu, jadi aku bisa membantu ibu menjaga warung makanan kami. Aku senang jika ia merasa terbantu olehku.
                Aku masih duduk di bangku SMP, aku kelas satu. Namun aku sudah sangat mengerti dengan apa yang dihadapi ibuku untuk kehidupan kami, ini semua sungguh berat untuk seorang perempuan menghadapinya dalam sendiri. Ibu harus menanggung biayaku dan kaka perempuanku yang sedang kuliah di jakarta sana, aku tahu itu tak mudah. Namun entah mengapa aku selalu berpikir saat ibu sendiri, saat ibu sedang merasa lelah akan selalu ada ayah yang siap menemani ibu, meskipun itu tak mungkin namun bayangnya pasti akan selalu ada karena ayah adalah orang yang setia dan karena pikiran itu aku merasa tenang.

                “ Cisa...ambilkan tempat sayur yang ada di meja!” seru ibu dari kejauhan.
                “iya bu...” aku segera pergi dari lamunan.
                “bu, apa ga cape sendiri terus? Mbo ya cari pendamping biar ada yang ngebantu ngurus                anak-anak juga bu,, ksian loh Cisa dia itu butuh figur ayah.” Aku mendengar tetangga itu mengucapakan kalimat yang menurutku tidak enak didengar, aku sensitif soal ini. Aku bisa mendapat figur ayahku, karena ayahku akan selamanya hidup. Dan aku akan membantu ibu sekuat tenagaku, aku tak mengerti, orang itu menyuruh ibuku selingkuh! Ia pastinya tahu kalau ibu punya ayah, lalu kenapa orang itu menyuruh ibu mencari laki-laki lain. Aku tak terima akan hal ini!
                “kalau masalah itu saya masih bisa ko bu sendiri. Saya masih kuat, kan selalu ada Cisa yang           siap bantu saya.                “ ibu menjawabnya dan tersenyum kepadaku, aku juga tersenyum padanya tanda aku setuju bahwa aku akan selalu siap membantu.
Dasar orang itu kurang kerjaan, kenapa ia menyuruh ibu untuk melakukan hal yang tidak baik, selingkuh itu fatal bukan, Kalau ayah marah dan menceraikan ibu bagaimana? Tapi... apa ayah bisa bilang ke ibu jika ia marah? Hmmmmm  seharian aku memikirkan ini, dan aku tak menemukan jawabannya. Aku tak berani menanyakan langsung pada ibu. Juga pada kaka aku takut dimarahinya, dia kan galak. Nanti aku akan tanya pada bu Fani wali kelasku, dia kan sangat baik padaku. Ah ide bagus, pikirku.
                Ku rebahkan badan di kasur, istirahat sejenak. Aku melihat ayah waktu itu, begitu nyata. Ia tersenyum padaku dan wajahnya begitu damai masih sama seperti dulu. Wajah yang hangat, wajah yang aku lihat waktu kecil dulu. Dan kini aku telah dewasa ayah..aku berusah mengerti arti dari dewasa itu, karena kata kaka aku harus cukup dewasa agar aku mengerti dunia ini. Aku harus dewasa agar aku bisa mengurangi beban ibu, dan aku harus dewasa agar aku bisa ambil kembali mimpi-mimpiku dan wujudkannya. Pertama aku tak mengerti ayah, mengapa kuncinya hanya ada dalam kata dewasa, aku tak berani bertanya lebih banyak pada kaka. Biar nanti hal ini akan aku tanyakan juga pada bu Fani. Aku rasa dia telah dewasa dan dia tahu banyak hal, aku yakin tak akan sulit baginya menjawab pertanyaanku ini.
                Aku hanya bertatap dengannya, kadang diam bisa menerjemahkan lebih banyak bahasa dibanding dengan bicara. Maka dari itu aku memilih diam juga tersenyum pada ayah, aku tahu ini tak akan sering terjadi, bertemu ayah adalah keberuntungan jadi aku harus melakukan tindakan yang tepat saat bertemu dengannya.
                Dan setelahnya ayah menghilang. Ayah kembali tak ada, aku merasa sendiri kini menguasaiku. Setiap ayah menghilang aku percaya esok ia akan kembali untukku, namun ternyata tak semudah itu bertemu dengannya. Mimpiku adalah bertemu dengan ayah, kata kaka aku harus dewasa untuk menjadikan mimpiku nyata, jadi artinya aku harus dewasa jika aku igin setiap hari ada ayah yang temaniku.Entahlah aku tak tahu aku dimana, aku sendiri dan aku menagis.
                Namun sentuhan itu menyelamatkanku agar tak selamanya terjatuh. Itu sentuhan ibu, dan aku bermimpi kali ini. Ternyata dari tadi aku mengigau memanggil ayah. Jadi beberapa menit yang lalu aku bermimpi? Sayang.. kukira tadi dalam nyata.
^^^^
                Esoknya bu Fani mengajar di kelasku. Ia seorang guru yang baik, dan aku sangat menyukai pelajarannya  yaitu matematika karena ia yang mengajarkan. Senyumnya selalu bisa buat kami jatuh cinta pada angka-angka sulit di depan kami, karenanya kami tidak pernah menganggap kalau matematik itu pelajaran yang membosankan. Aku juga akan menjadi seorang guru matematik nantinya! Pasti, karena aku ingin seperti bu Fani.
                Selesai pelajaran aku menyusulnya ke luar kelas. Akan ku tanyakan hal yang tak ku mengerti kemarin. Aku yakin ini adalah solusi terbaik.
                “ ada apa Cisa..? apa ada masalah dengan materi kali ini? “ ia berkata dengan lembut seperti biasanya.
                “ iya bu, tapi bukan masalah materi. Ini masalah yang lain, masalah yang menyangkut hidup saya bu.” Kita berbicara sambil duduk di pinggir taman yang berada di setiap depan kelas.
                “ coba, ibu mau dengar, sepertinya serius.”
                “pasti bu. Ini masalah serius, ini masalah rumah tangga orang tua saya. Ada tetangga yang menyarankan ibu untuk cari pengganti ayah, dan menurut saya itu salah! Kalau ibu melakukan itu berarti ibu telah selingkuh dan ayah akan marah juga akan menceraikan ibu. Tapi bagaimana ayah memberitahu jika ayah marah dan ingin bercerai karena ayah saya sudah tak ada, tentunya ibupun tahu soal ini. Itu masalah bagi saya bu. Apa yang harus saya lakukan?” bu fani malah tersenyum mendengar penjelasan dariku, aku malah semakin tak mengerti.
                “ dengarkan ibu ya cisa, ibu tahu ini masalah penting buat kamu. Dan ibu yakin ibu kamu pasti tahu yang terbaik, ibu juga yakin ayah Cisa ga akan marah. Jadi Cisa ga usah lagi ya memikirkan ini. Cisa berdoa terus sama allah, biar ayah  dan ibu dilindungi olehNYA. Ibu yakin orang tua Cisa pasti bangga punya anak yang pintar seperti kamu.”
                “ya bu, semoga ibu Cisa ga berpikir buat selingkuh, amin. Bu,,satu lagi. Apa dewasa menjadi kunci dari semuanya bu? Kata kaka saya harus dewasa suapaya bisa mewujudkan mimpi saya, dewasa juga bisa membantu ibu, dan dewasa juga bisa mengerti dunia ini. Tapi semuanya hanya ada pada kata dewasa bu?” bu fani kembali tersenyum, sungguh itu senyuman paling cantik yang pernah ku lihat.
                “ibu setuju dengan kakamu, namun tidak hanya cukup dewasa tapi juga kerja keras dengan kemauan yang tinggi dibutuhkan kalau Cisa mau mengerti dunia ini. Jadi terus rajin belajar ya sayang!” bu fani mengelus pundakku dan pergi meninggalkanku dengan pertanyaan yang semakin banyak. Ku rasa akan butuh waktu lama jika aku ingin penjelasan sampai aku puas, jadi aku harus temui bu fani dalam waktu senggangnya.
^^^^
               
                Berminggu-minggu hingga berganti bulan setelah aku menanyakan hal itu pada bu Fani. Namun aku belum menemukan jawaban yang bisa menjawab semua pertanyaanku, tetapi aku sudah tak terlalu memikirkan hal itu lagi. Aku yakin ibu bisa setia pada ayah.
                Sore ini seperti biasanya, selesai sekolah aku langsung mandi dan mengaji di mushola sebelah rumah. Selesai mengaji langsung disambung dengan sholat maghrib berjamaah, aku senang karena bisa sekalian bermain dengan teman-teman, membicarakan banyak hal sampai kadang aku lupa untuk pulang dan belajar. Tapi sayangnya ibu tak pernah lupa, sehingga aku pasti mendapat panggilan segera kalau lama aku belum pulang juga.
                Malam ini berbeda, cukup lama aku bermain tapi belum ada panggilan juga dari ibu. Karena aku ingat ada tugas untuk besok pagi jadi aku harus segera pulang dan mengerjakannya. Sampainya aku di rumah, terlihat berbeda. Ada tamu ternyata tapi entah siapa. Aku tak terlalu menghiraukannya, karena mungkin itu tamu untuk ibu.
                “ ibu pasti sudah kenal pak harminto kan? Lurah di desa ini.” Pak Rt memulai pembicaraan yang memecah suasana yang semula sunyi.
                “ iya pak Rt, tentunya saya tahu,, tapi maaf apa saya berbuat salah jadi pak lurah harus datang langsung kesini?” ibu bertanya dengan sopan, aku malah keterusan menguping pembicaraan dari dapur.
                “ begini bu kami kemari dengan maksud baik, saya mewakili pak harminto menyampaikan kalau kami ke rumah ibu ratna malam ini bermaksud ingin melamar Bu Ratna menjadi istri Pak Harminto. Bagaimana? Mungkin terlalu terburu-buru atau mendadak, tetapi niat baik memang seharusnya segera disampaikan.” Wajah ibu kini berubah kaget. Begitupun aku, aku sangat kaget karena kalimat yang baru saja aku dengar barusan. Pak lurah hanya tertunduk diam menunggu jawaban dari ibu.
                “ begini pak. Terus terang saya sangat kaget dengan apa yang barusan Pak Rt utarakan, tentunya ini kehormatan buat saya. Tapi saya sungguh tidak bisa memutuskan.” Kemudian ibupun tertunduk.
                “ memangnya ada apa bu? Tentunya Bu Ratna tahu kalau saya singgle.” Pak lurah kini angkat bicara.
                “ ada dua anak saya yang harus didengarkan pendapatnya, dan saya juga butuh berpikir. Tidak mungkin saya memutuskan begitu saja, boleh saya meminta waktu untuk memikirkan ini?”
Dan pembicaraanpun berakhir, cukup lama. Ibu meminta waktu tiga hari untuk berpikir. Entah, aku merasa sedih, aku berpikir inilah mungkin awal dari ibu akan selingkuh. Pikiran yang kemarin sempat buatku pusing kini terjadi dan aku tidak bisa berhenti untuk memikirkannya.
^^^^
                Satu hari setelahnya kaka datang dari jakarta, aku tahu benar kalau kaka datang untuk membicarakan masalah lamaran untuk ibu kemarin malam. Aku berharap kaka menolak, supaya ibu tidak akan selingkuh dan bercerai dengan ayah. Aku sangat menyayangi ayah, dan tak mau jika ayah digantikan meski oleh pak lurah sekalipun.
                Malamnya kami dikumpulkan di ruang makan, karena hari ini pengajian libur jadi aku berada di rumah.
                “ ibu kemarin dilamar pak lurah. Ibu tahu ini begitu cepat, ibupun kaget.” Ibu berbicara tanpa memandang kami, aku hapal ibu akan begitu jika ia sedang bingung dengan suatu masalah, dan kali ini ibu bingung.
                “ maksudnya apa bu? Pak lurah melamar ibu menjadi istrinya?” kaka bertanya bingung.
                “iya nak. Ibu meminta pendapatmu tentang hal ini, ibu tidak bisa memutuskan sendiri.” Aku masih tetap diam.
                “kalau ayu terserah ibu saja, asal ibu senang ayupun begitu. Ayu mau yang terbaik buat ibu, ayu pikir tak ada salahnya jika ibu menerima toh pak lurah orang yang baik. Pasti pak lurah bisa membantu ibu, dan asalkan pak lurah menyayangi Ayu dan Cisa seperti ayah.” Ibu tersenyum.
                “kalau Cisa apa punya pendapat?” ibu mempersilahkan aku untuk berbicara. Bukannya bicara aku malah terisak menangis, aku tak bisa menahan air mata yang dari tadi memaksaku untuk menangis.
                “kenapa nak? Cisa kenapa?” ibu dan kaka kebingungan.
                “ Cisa ga mau ibu selingkuh! Cisa ga suka. Ayah akan tahu dan segera menceraikan ibu. Ibu....tidak bisakah ibu etia pada ayah? Kasihan bu,,, ayah sendiri disana. Cisa sedang berusaha keras untuk belajar menjadi dewasa dan belajar dengan giat supaya Cisa bisa buat nyata mimpi Cisa yaitu buat ayah bisa kembali seperti dulu dan kita bahagia. Cisa juga ingin dewasa supaya bisa bantu ibu, dan ibu ga perlu selingkuh sama pak lurah, lagipula berarti pak lurah juga elingkuh dan akan bercerai dengan istrinya bu? Cisa ga mau...” aku semakin kencang menangis, dadaku mulai sesak karena memaksa berbicara terus. Aku tak bisa bayangkan perasaan ayah saat ini, pasti ia sedang menangis sepertiku. Ibu tersenyum sambil menahan tangis aku tahu itu. Dan kaka iapun begitu, kupikir ini bagus karena aku berhasil membuat mereka sadar.

“ Cisa dengerin ibu ya sayang. Ayah tentunya sayang...sekali sama Cisa dan bangga punya anak pintar seperti Cisa. Ayah akan menjadi ayah kaka Ayu dan Cisa selamanya. Dan sepertinya ibu perlu beri tahu Cisa kalau jika seseorang yang ditinggal meninggal atau bercerai pasangannya dibolehkan menikah lagi tanpa harus berselingkuh. Ibu tahu Cisa anak baik, dengan lihat Cisa tersenyum setiap hari ibu sudah merasa terbantu, dan ayah akan selalu ada untuk selamanya di hati kita. Cisa ga perlu memaksa untuk menjadi dewasa karena saat ini ibu lebih suka Cisa yang anak-anak.” Ibu tersenyum penuh arti. Aku mulai berhenti menangis, namun hatiku masih perih jika membayangkan wajah ayah yang akan digantikan pak lurah jika ibu menerima lamaran itu.
Akupun akhirnya menyerah, aku terlalu lelah untuk memikirkan masalah ini. Tak terasa aku tertidur di pangkuan ibu setelah ia menceritakan dongeng putri salju kesukaanku, namun aku masih bisa merasakan saat ia memberi kecupan hangat di dahiku dan mengucapkan kalau ia sangat menyayangiku. Akupun sangat menyayanginya tuhan...lindungilah ibu, ayah juga kakaku. Karena tanpa mereka hidupku tak berarti.
^^^^
                Setelah hari yang ditentukan ibu sebelumnya pak Lurah juga pak Rt datang kembali ke rumahku, tak lupa dengan oleh-oleh yang dibawanya seperti bebrapa hari yang lalu. Begitupun dengan ibu, meja ruang tamu penuh dengan sajian. Hari ini seperti hari spesial saja, namun aku sedikit tak suka.

                Aku hanya bisa mendengar dari dapur sama seperti kemarin aku menguping pembicaraan. Dalam hatiku menjerit, aku tak setuju dengan ini semua. Meski aku tak tahu sampai sekarang apa jawaban yang akan disanpaikan ibu nanti, namun aku terus merasa kalau ayah juga bersedih sepertiku. Jika aku bisa, aku ingin memeluk ayah dan bilang padanya kalau ia tak perlu bersedih karena aku akan selalu berada di pihaknya. Selamanya.
             
          Suasana kini hening, ibu didampingi kaka yang duduk di sampingnya. Aku mulai menangis merasakan perih, aku takut. Kulihat ibu dengan penuh harap, ia duduk tegak dengan pandangan kosong. Aku tahu di ruangan itu semua bertanya dalam hatinya, begitupun aku dan mungkin ayah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar